https://www.youtube.com/watch?v=l3FV7pnTNeo
In another life I'd do it all again a thousand times
Winda Kusnia
Tuesday 6 September 2016
Tuesday 29 September 2015
Wednesday 1 July 2015
Akuntansi Internasional - Tahapan SAK mengadopsi IFRS
A.
Sejarah, perkembangan, dan
pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
IAI
pada Desember 2008 telah mengumumkan rencana konvergensi standar akuntansi
lokalnya yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dengan
International Financial Reporting Standards (IFRS) yang merupakan produk dari
IASB. Rencana pengkonvergensian ini direncanakan akan terealisasi pada tahun
2012.
Standar
akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh (full adoption)
standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting Standard
(IFRS). Standar akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US
GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun pada
beberapa pasal sudah mengadopsi IFRS yang sifatnya harmonisasi. Adopsi yang
dilakukan Indonesia saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian
(harmonisasi).
Pengadopsian
standar akuntansi internasional ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan
menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi,
persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai
perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas
tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan
informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat
diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang,
ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan (Petreski, 2005).
Berikut adalah
perkembangan standar akuntansi Indonesia mulai dari awal sampai dengan saat ini
yang menuju konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008).
1. di Indonesia selama
dalam penjajahan Belanda, tidak ada standar Akuntansi yang dipakai. Indonesia
memakai standar (Sound Business Practices) gaya Belanda.
2. sampai Thn. 1955 :
Indonesia belum mempunyai undang – undang resmi / peraturan tentang standar
keuangan.
3. Tahun. 1974 :
Indonesia mengikuti standar Akuntansi Amerika yang dibuat oleh IAI yang disebut
dengan prinsip Akuntansi.
4. Tahun. 1984 :
Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi.
5. Akhir Tahun 1984 :
Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber dari IASC
(International Accounting Standart Committee)
6. Sejak Tahun. 1994 :
IAI sudah committed mengikuti IASC / IFRS.
7. Tahun 2008 :
diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS akan dapat diselesaikan.
8. Tahun. 2012 : Ikut
IFRS sepenuhnya?
B. Pengadopsian Standar Akuntansi
Internasional di Indonesia
Saat ini standar
akuntansi keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan
International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB
(International Accounting Standards Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan
pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada
standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut.
International Financial Reporting
Standard (IFRS) merupakan standar
pencatatan dan pelaporan akuntansi yang berlaku secara internasional
yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Boards (IASB), sebuah lembaga
internasional yang bertujuan untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang
tinggi, dapat dimengerti, diterapkan, dan diterima secara internasional.
International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar yang dibuat
oleh International Accounting Standards Boards (IASB) dengan tujuan memberikan
kumpulan standar penyusunan laporan keuangan perusahaan di seluruh dunia.
Perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas tinggi, dapat
diperbandingkan dan transparan yang digunakan oleh investor di pasar modal
dunia maupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholder).
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
mencanangkan bahwa Standar akuntansi internasional (IFRS) akan mulai berlaku di
Indonesia pada tahun 2012 secara keseluruhan atau full adoption (sumber: Ikatan
Akuntan Indonesia, 2009). Pada tahun 2012 tersebut diharapkan Indonesia sudah
mengadopsi keseluruhan IFRS, sedangkan khusus untuk perbankan diharapkan tahun
2010.
Baskerville (2010) dalam Utami, et al.
(2012) mengungkapkan bahwa konvergensi dapat berarti harmonisasi atau
standardisasi, namun harmonisasi dalam konteks akuntansi dipandang sebagai
suatu proses meningkatkan kesesuaian praktik akuntansi dengan menetapkan batas
tingkat keberagaman. Jika dikaitkan dengan IFRS maka konvergensi dapat
diartikan sebagai proses menyesuaikan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terhadap
IFRS.
Lembaga profesi akuntansi IAI (Ikatan
Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS pada
1 Januari 2012. Penerapan ini bertujuan agar daya informasi laporan keuangan
dapat terus meningkat sehingga laporan keuangan dapat semakin mudah dipahami
dan dapat dengan mudah digunakan baik bagi penyusun, auditor, maupun pembaca atau
pengguna lain.
Dalam melakukan konvergensi IFRS,
terdapat dua macam strategi adopsi, yaitu big bang strategy dan gradual
strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui
tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara -negara maju.
Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap.
Strategi ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia.
Terdapat
3 tahapan dalam melakukan konvergensi IFRS di Indonesia, yaitu:
1.
Tahap Adopsi (2008 – 2011), meliputi aktivitas dimana seluruh IFRS diadopsi ke
PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, dan evaluasi terhadap PSAK yang
berlaku.
2.
Tahap Persiapan Akhir (2011), dalam tahap ini dilakukan penyelesaian terhadap
persiapan infrastruktur yang diperlukan. Selanjutnya, dilakukan penerapan
secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.
3.
Tahap Implementasi (2012), berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK IFRS
secara bertahap. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap dampak penerapan PSAK secara
komprehensif.
Sumber
:
Akuntansi Internasional - Sejarah Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia
Sejarah Standar Akuntansi di
Indonesia
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
adalah organisasi profesi akuntan yang juga merupakan badan yang menyusun
standar akuntansi di Indonesia. Organisasi profesi ini terus berusaha
menanggapi perkembangan akuntansi keuangan yang terjadi baik tingkat nasional,
regional maupun global, khususnya yang mempengaruhi dunia usaha dan profesi
akuntansi sendiri.
Perkembangan akuntansi keuangan
sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini perkembangan standar akuntansi
ini dilakukan secara terus menerus, pada tahun 1973 terbentuk Panitia
Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur GAAP dan GAAS. Kemudian pada tahun 1974
dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (Komite PAI) yang bertugas menyusun
standar keuangan.
Komite PAI telah bertugas selama
empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan
personel yang selalu diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI
tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi
Keuangan (Komite SAK), kemudian pada kongres VIII, tanggal 23-24 September 1998
di Jakarta, Komite SAK diubah menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan untuk
masa bakti 1998-2000 dan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK.
Sejak IAI berdiri telah dihasilkan tiga standar akuntansi
keuangan sebagai berikut:
1. Pada tahun 1973 untuk
pertama kali IAI menerbitkan suatu bukuPrinsip
Akuntansi Indonesia (PAI) yang sebagian besar merupakan terjemahan
buku Paul Grady. Penerbitan ini dipicu oleh diaktifkannya pasar modal di
Indonesia pada tahun 1973.
2. Pada tahun 1984 buku Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 yang menggantikan PAI 1973
diterbitkan. Komite PAI melakukan revisi secara mendasar terhadap PAI 1973.
3. Pada tahun 1994, IAI
kembali melakukan revisi total pada PAI 1984 dan sejak itu mengeluarkan serial
standar keuangan yang diberi nama Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang
diterbitken sejak 1 Oktober 1994. Perkembangan standar akuntansi ketiga ini
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha dan profesi akuntansi dalam
rangka mengikuti dan mengantisipasi perkembangan internasional. Banyak standar
yang dikeluarkan itu sesuai atau sama dengan standar akuntansi internasional
yang dikeluarkan oleh IASC.
Saat ini ada dua PSAK yang
dikeluarkan oleh 2 Dewan Standar Akuntansi Keuangan, yakni PSAK Konvensional
dan PSAK Syariah. PSAK ini tentu akan terus bertambah dan revisi sesuai
kebutuhan perkembangan bisnis dan profesi akuntan.
Guna
menyempurnakan penerapannya secara utuh pada standard pelaporan keuangan di
Indonesia, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI)
tengah bersiap melanjutkan tahap dua guna melakukan adopsi penuh IFRS.
Berikut adalah perkembangan standar
akuntansi Indonesia mulai dari awal sampai dengan saat ini yang menuju
konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008).
1. di Indonesia selama
dalam penjajahan Belanda, tidak ada standar Akuntansi yang dipakai. Indonesia
memakai standar (Sound Business Practices) gaya Belanda.
2. sampai Thn. 1955 :
Indonesia belum mempunyai undang – undang resmi / peraturan tentang standar
keuangan.
3. Tahun. 1974 :
Indonesia mengikuti standar Akuntansi Amerika yang dibuat oleh IAI yang disebut
dengan prinsip Akuntansi.
4. Tahun. 1984 :
Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi.
5. Akhir Tahun 1984 :
Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber dari IASC
(International Accounting Standart Committee)
6. Sejak Tahun. 1994 :
IAI sudah committed mengikuti IASC / IFRS.
7. Tahun 2008 :
diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS akan dapat diselesaikan.
8. Tahun. 2012 : Ikut
IFRS sepenuhnya?
Standar
Pelaporan Keuangan Internasional Internasional atau Financial Reporting
Standard (IFRS) rupanya bukan hal yang asing bagi lembaga keuangan Tanah Air.
Indonesia sudah mengadopsi tahap pertama dari konversi IFRS pada 1 Januari
2012, yang secara material sama dengan IFRS versi tanggal 1 Januari 2009.
Sumber
:
Sofyan Syafri Harahap : Teori Akuntansi,
Rajawali Pers.
Wednesday 6 May 2015
TUGAS 2 - AKUNTANSI INTERNASIONAL (GLOBAL VS REGIONAL)
GLOBAL VS REGIONAL
BRANCHLESS
BANKING
Branchless banking adalah
strategi saluran distribusi yang digunakan untuk memberikan jasa keuangan tanpa
mengandalkan bank cabang. Sementara strategi dapat melengkapi jaringan cabang
ank yang ada untuk memberikan pelanggan lebih luas saluran melalui mana mereka
dapat mengakses layanan keuangan, branchless
banking juga dapat digunakan sebagai strategi saluran terpisah yang
seluruhnya melalui cabang bank. Menurut survei tahun 2011, 62% dari responden
mengatakan internet adalah metode perbankan yang mereka sukai. Cabang yang dipilih
hanya 20% perbankan. Penurunan tajam dibandingkan dengan tahun 2007 ketika 40%
responden lebih memilih ke bank di cabang.
Branchless banking penting karena
sebagian besar daerah di Indonesia sudah terakses jaringan telepon. Branchless
banking adalah jaringan distribusi yang
digunakan untuk memberi layanan finansial di luar kantor-kantor cabang bank
melalui teknologi dan jaringan alternatif dengan biaya efektif, efisien, dan
dalam kondisi yang aman dan nyaman.
Tujuan branchless
banking untuk mendorong transaksi
keuangan yang lebih aman, dan mencegah money laundering. Target
akhirnya adalah perluasan akses dalam layanan keuangan. Salah satu alasan
pentingnya implementasi layanan branchless banking adalah masih rendahnya akses masyarakat terhadap
layanan jasa keuangan formal. Di Indonesia bila dibanding dengan negara-negara
tetangabranchless banking masih memiliki persentase akses layanan jasa
keuangan yang rendah.
Pengimplementasian layanan branchless banking tidak mudah, khususnya dalam hal sosialisasi. Layanan ini, seharusnya mengedukasi sampai ke tingkat masyarakat bawah. Harus menyasar ke masyarakat yang benar-benar belum terakses layanan keuangan formal.
Branchless banking merupakan salah satu strategi distribusi perbankan yang memberi layanan keuangan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang bank.
Branchless banking menjadi solusi untuk menjangkau masyarakat yang tinggal di daerah pelosok, dengan berbagai kondisi geografis. Di Indonesia, banyak daerah yang sulit diakses dengan kendaraan bermotor. Tak sedikit masyarakat yang harus menempuh perjalanan selama beberapa jam atau berhari-hari, untuk mendatangi kantor cabang sebuah bank.
Pengimplementasian layanan branchless banking tidak mudah, khususnya dalam hal sosialisasi. Layanan ini, seharusnya mengedukasi sampai ke tingkat masyarakat bawah. Harus menyasar ke masyarakat yang benar-benar belum terakses layanan keuangan formal.
Branchless banking merupakan salah satu strategi distribusi perbankan yang memberi layanan keuangan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang bank.
Branchless banking menjadi solusi untuk menjangkau masyarakat yang tinggal di daerah pelosok, dengan berbagai kondisi geografis. Di Indonesia, banyak daerah yang sulit diakses dengan kendaraan bermotor. Tak sedikit masyarakat yang harus menempuh perjalanan selama beberapa jam atau berhari-hari, untuk mendatangi kantor cabang sebuah bank.
Teknologi untuk branchless banking itu mudah sekali dan bisa digunakan orang awam. Peluang pasarnya sangat besar, karena layanan perbankan seperti inilah yang dibutuhkan masyarakat yang berada di pelosok.
Secara teknis Branchless Banking di dukung dengan Teknologi mobile dan keberadaan agen
Branchless banking merupakan kombinasi antara agent banking dan mobile banking. Agent banking adalah kegiatan usaha non-bank, termasuk agen keliling, atau warung dan toko yang membantu bank memberikan layanan perbankan. Sedangkan mobile banking adalah akses layanan perbankan melalui telepon seluler (ponsel).
Masyarakat yang menggunakan branchless banking dapat memanfaatkan teknologi perangkat mobile, dimulai dari ponsel fitur. Komponen penting lainnya adalah seorang agen. Jika ia seorang agen keliling, ia diharuskan pro aktif melakukan "jemput bola" ke rumah masyarakat untuk membantu membuka rekening, transfer dana, setor ataupun tarik tabungan.
Agen kemudian menyetor uang ke master agen, atau langsung ke kantor cabang bank yang lokasi berada jauh dari pemukiman warga. Namun, di sisi lain, agen juga termasuk salah satu risiko besar dalam branchless banking karena mereka harus membangun kepercayaan kepada nasabah.
Menanti sinergi perusahaan telekomunikasi-perbankan, dan regulasi
Untuk dapat memberi layanan branchless banking yang optimal, harus terjalin kerjasama antara perusahaan telekomunikasi denganperusahaan perbankan. Sejauh ini sudah ada upaya dari perusahaan perbankan dan telekomunikasi, namun kurang sungguh-sungguh dan cenderung berjalan masing-masing.
Beberapa perusahaan menganggap bahwa branchless banking hanyalah saluran distribusi baru. Saat ini beberapa bank telah melakukan program uji coba sistem branchless banking, termasuk bank pembangunan daerah, bank syariah, hingga perusahaan telekomunikasi.
Namun, para pemain di bisnis ini masih menunggu regulasi dari Bank Indonesia yang terus menerus molor. Bank Indonesia (BI) masih mempelajari hasil uji coba layanan perbankan tanpa kantor cabang atau branchless banking yang kemudian diperluas menjadi mobile payment services (MPS). Sebelumnya, BI mengubah istilah branchless banking menjadi mobile payment service (MPS).
Seperti diketahui, proyek percontohan MPS telah dilangsungkan selama enam bulan pada periode Mei-November 2013. Peserta uji coba yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk, dan PT Bank Sinar Harapan Bali dari perbankan.
Sementara itu, untuk perusahaan telekomunikasi yang ikut serta adalah PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata Tbk. Perubahan daribranchless banking menjadi MPS dilakukan untuk memperluas jaringan penggunaan layanan perbankan tanpa kantor cabang, yang bertujuan untuk menciptakan layanan perbankan yang efektif dan efisien dari sisi pembiayaan.
Adapun tujuan akhir dari MPS sendiri adalah untuk membuka akses atau jangkauan jasa dan layanan keuangan bisa mencapai masyarakat di pelosok daerah, yang selama ini tak terlayani karena kendala jarak dan infrastruktur. Hal ini sesuai dengan cita-cita Program Nasional Financial Inclusion.
Dalam proyek uji coba ini, bank atau perusahaan telekomunikasi bisa memilih delapan wilayah yang telah ditetapkan menjadi basis uji coba branchless banking. Kedelapan provinsi ini antara lain Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Selama dalam tahap uji coba, bank sentral mengizinkan baik bank maupun perusahaan telekomunikasi menggunakan jasa Unit Perantara Layanan Keuangan (UPLK) atau Unit Perantara Layanan Sistem Pembayaran (UPLSP) sebagai perpanjangan tangan untuk menjangkau masyarakat.
Sementara pada bulan Januari ini Bank Indonesia resmi lepas tangan dalam mengurusi perbankan. Pengawasan perbankan di Bank Indonesia (BI) beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 2014. Bank Indonesia resmi lepas tangan dalam mengurusi perbankan. Pengawasan industri keuangan tak lagi dipisah-pisah. Bank diminta menempatkan direktur khusus mengawasi anak usahanya.
Dan sejak awal tahun ini, pekerjaan OJK bertambah dengan mengawasi industri perbankan setelah mengambil alih pekerjaan Bank Indonesia. Perubahan ini membuat industri keuangan Indonesia akan berbeda. Sampai tahun lalu, industri perbankan diawasi oleh Bank Indonesia, sedangkan asuransi serta lainnya dikendalikan oleh Bapepam-LK (dan OJK). Mulai industri perbankan, asuransi, investasi, hingga pembiayaan semua diawasi oleh satu lembaga yakni OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Kalau saat ini pengawasan perbankan di bawah Otoritas Jasa Keuangan bagaimana dengan Branchless Banking yang masih dalam proyek uji coba? Sampai kapan branchlesss banking bisa digunakan untuk melayani masyarakat?
Untuk diketahui, BI telah mengeluarkan beberapa ketentuan yang berkaitan dengan branchless banking, antara lain PBI Nomor 14/23/PBI/2012 tentang Transfer Dana, PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik, SE BI No. 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, SE BI No. 14/17/DASP tanggal 7 Juni 2012 perihal perubahan atas SE BI No. 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
GLOBAL
VS REGIONAL MARKETING
Global
Marketing
Pemasaran global tidak
diragukan lagi sebuah konsep besar. Ide memanfaatkan strategi pemasaran di
beberapa pasar tampaknya sangat menguntungkan. Menghemat tenaga dan sumber daya
dan memastikan konsistensi tingkat tinggi branding dan kegiatan di pasar
global.
Adalah kemampuan
perusahaan untuk memasarkan ke hampir semua negara di planet ini. Dengan
jangkauan yang luas, kebutuhan untuk produk dan jasa suatu perusahaan
didirikan. Perusahaan global yang mempertahankan kemampuan, angkauan,
pengetahuan, staf, keterampilan, wawasan, dan keahlian untuk memberikan nilai
kepada pelanggan di seluruh dunia. Perusahaan juga perlu memahami, penelitian,
mengukur dan mengembangkan loyalitas merek dan ekuitas merek global (tetap pada
merek) untuk jangka panjang.
Analisis strategis dan
pengembangan merek meliputi analisis pelanggan (tren, motivas, kebutuhan ynag
tak terpenuhi, segmentasi), analisis kompetitif (citra merek/brand identity,
kekuatan, strategi, kerentanan) dan analisis diri (citra merek yang ada,
warisan merek, kekuatan/kemampuan, nilai-nilai organisasi).
Pemasaran global adalah
bidang studi dalam manajemen bisnis umum untuk menyediakan produk berharga,
solusi dan layanan kepada pelanggan lokal, nasional, internasional dan seluruh
dunia.
Pemasaran global
biasanya akan menetapkan kerangka kerja dan parameter dimana pemasaran regional
beroperasi, sementara memberikan di pasar tim kebebasan untuk mengontrol tuas
sukses regional.
·
Keuntungan Global Marketing
Dengan memanfaatkan
akses internet, pemasaran global dapat lebih leluasa memasuki pasar global.
Internet dapat menjangkau khalayak ramai karena memiliki daya tarik sendiri
secara global. Dengan cara ini brand akan dapat dengan mudah memasuki pasar
global dengan memiliki kehadiran fisik di beberapa negara dan wilayah.
Dari segi pelanggan
juga akan lebih luas, dari pengenalan produk atau jasa yang ada di seluruh
dunia, maka semakin banyak audience yang tertarik dan bersedia menjadi
pelanggan sehingga dapat meningkatkan volume penjualan perusahaan.
·
Kekurangan Global Marketing
Karena pasar yang
sangat besar, biaya akuisisi pelanggan pun kaan besar, karena beberapa iklan
yang telah diluncurkan oleh perusahaan di berbagai negara untuk menjangkau asar
global. Selain itu media massa yang beredar serta iklan-iklan lain yang
memperkenalkan brand sampai keseluruh dunia.
Regional
Marketing
Pemasaran regional
sebagai nama menyarankan fokus pada segala macam pemasaran yang sesuai dengan
daerah tertentu atau tempat. Hal ini kemudian melibatkan penggunaan semua
taktik dasar dan teknik yang digunakan untuk setiap jenis pemasaran yang sukses
untuk promosi jasa suatu perusahaan tertentu atau produk. Pemasaran regional
sekarang telah dianggap pada satu aspek pemasaran yang berguna. Pemasaran
regional adalah salah satu teknik pemasaran yang muncul lagi untuk menandai
dampaknya.
Regional berarti dalam
negeri dan oleh karena itu sangat penting penamaan serta domain yang digunakan
dalam web di mesin pencari. Sebagai salah satu kemudahan bagi pelanggan untuk
mencari atau menargetkan suatu hal tertentu dalam pasar regional ganda.
·
Keuntungan Regional Marketing
Pemasaran regional jauh
lebih menekan biaya dibandngkan dengan pemasaran global. Salah satu contoh pada
pengenalan produk atau brand yang tidak perlu mengeluarkan biaya yang terlalu
besar karena pengenalan produk hanya berfokus pada suatu negara bagian, tidak
menjangkau seluruh dunia dan masuk ke pasar yang lebih besar.
·
Kelemahan Regional Marketing
Audience di daerah atau
suatu negara bagian mungkin tidak cukup besar untuk mempertahankan penjualan
untuk produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Bahkan jika perusahaan
secara efektif mengidentifikasi pelanggan ideal di suatu daerah, tidak semua
pelanggan dapat dengan mudah untuk dibujuk untuk menggunakan produk atau jasa
yang ditawarkan oleh perusahaan. Untuk mengambil alih pasar, diperlukan
berbagai cara seperti kampanye di suatu wilayah untuk meningkatkan penjualan.
Sumber:
Wednesday 8 April 2015
TUGAS 1 : PERKEMBANGAN AKUNTANSI INTERNASIONAL
Definisi
Akuntansi Internasional
Akuntansi
Internasional adalah akuntansi untuk transaksi internasional, perbandingan
prinsip akuntansi antarnegara yang berbeda dan harmonisasi berbagai standar
akuntansi dalam bidang kewenangan pajak, auditing dan bidang akuntansi lainnya.
Akuntansi harus berkembang agar mampu memberikan informasi yang diperlukan
dalam pengambilan keputusan di perusahaan pada setiap perubahan lingkungan
bisnis.
Akuntansi internasional
memperluas akuntansi yang bertujuan umum (general purpose yang berorientasi
nasional, dalam arti luas untuk :
1. Analisa
komparatif internasional
2. Pengukuran
dari isu-isu pelaporan akuntansinya yang unik bagi transaksi2 bisnis
mulitnasional
3. kebutuhan akuntansi bagi pasar-pasar keuangan
internasional
4. harmonisasi keragaman pelaporan keuangan
melalui aktivitas-aktivitas politik,organisasi, profesi dan pembuatan standar
Sejarah
Akuntansi Internasional
Perkembangan Akuntansi dari Sistem Pembukuan Berpasangan pada awalnya, pencatatan transaksi perdagangan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dicatat pada batu, kulit kayu, dan sebagainya. Catatan tertua yang berhasil ditemukan sampai saat ini masih tersimpan, yaitu berasal dari Babilonia pada 3600 sebelum masehi. Penemuan yang sama juga diperoleh di Mesir dan Yonani kuno. Pencatatan itu belum dilakukan secara sistematis dan sering tidak lengkap. Pencatatan yang lebih lengkap dikembangkan di Italia setelah dikenal angka- angka desimal arab dan semakin berkembangnya dunia usaha pada waktu itu. Perkembangan akuntansi terjadi bersamaan dengan ditemukannya sistem pembukuan berpasangan (double entry system) oleh pedagang- pedagang Venesia yang merupakan kota dagang yang terkenal di Italia pada masa itu. Dengan dikenalnya sistem pembukuan berpasangan tersebut, pada tahun 1494 telah diterbitkan sebuah buku tentang pelajaran penbukuan berpasangan yang ditulis oleh seorang pemuka agama dan ahli matematika bernama Luca Paciolo dengan judul Summa de Arithmatica, Geometrica, Proportioni et Proportionalita yang berisi tentang palajaran ilmu pasti. Namun, di dalam buku itu terdapat beberapa bagian yang berisi pelajaran pembukuan untuk para pengusaha.
Perkembangan Akuntansi dari Sistem Pembukuan Berpasangan pada awalnya, pencatatan transaksi perdagangan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dicatat pada batu, kulit kayu, dan sebagainya. Catatan tertua yang berhasil ditemukan sampai saat ini masih tersimpan, yaitu berasal dari Babilonia pada 3600 sebelum masehi. Penemuan yang sama juga diperoleh di Mesir dan Yonani kuno. Pencatatan itu belum dilakukan secara sistematis dan sering tidak lengkap. Pencatatan yang lebih lengkap dikembangkan di Italia setelah dikenal angka- angka desimal arab dan semakin berkembangnya dunia usaha pada waktu itu. Perkembangan akuntansi terjadi bersamaan dengan ditemukannya sistem pembukuan berpasangan (double entry system) oleh pedagang- pedagang Venesia yang merupakan kota dagang yang terkenal di Italia pada masa itu. Dengan dikenalnya sistem pembukuan berpasangan tersebut, pada tahun 1494 telah diterbitkan sebuah buku tentang pelajaran penbukuan berpasangan yang ditulis oleh seorang pemuka agama dan ahli matematika bernama Luca Paciolo dengan judul Summa de Arithmatica, Geometrica, Proportioni et Proportionalita yang berisi tentang palajaran ilmu pasti. Namun, di dalam buku itu terdapat beberapa bagian yang berisi pelajaran pembukuan untuk para pengusaha.
Perkembangan
Akuntansi Internasional
Perkembangan
sistem akuntansi ini didorong oleh pertumbuhan perdagangan internasional di Italia
Utara selama masa akhir abad pertengahan dan keinginan pemerintah untuk
menemukan cara dalam mengenakan pajak terhadap transaksi komersial. “Pembukuan
ala Italia” kemudian beralih ke Jerman untuk membantu para pedagang zaman
Fugger dan kelompok Hanseatik. Pada saat bersamaan filsuf bisnis Belanda
mempertajam cara menghitung pendapatan periodik dan pemerintah Perancis
menerapkan keseluruhan sistem dalam perencanaan dan akuntabilitas pemerintah.
Tahun 1850-an double entry bookkeeping mencapai Kepulauan Inggris yang menyebabkan tumbuhnya masyarakat akuntansi dan profesi akuntansi publik yang terorganisasi di Skotlandia dan Inggris tahun 1870-an. Praktik akuntansi Inggris menyebar ke seluruh Amerika Utara dan seluruh wilayah persemakmuran Inggris. Selain itu model akuntansi Belanda diekspor antara lain ke Indonesia, sistem akuntansi Perancis di Polinesia dan wilayah-wilayah Afrika dibawah pemerintahan Perancis. Kerangka pelaporan sistem Jerman berpengaruh di Jepang, Swedia, dan Kekaisaran Rusia.
Paruh Pertama abad 20, seiring tumbuhnya kekuatan ekonomi Amerika Serikat, kerumitan masalah akuntansi muncul bersamaan. Kemudian Akuntansi diakui sebagai suatu disiplin ilmu akademik tersendiri. Setelah Perang Dunia II, pengaruh Akuntansi semakin terasa di Dunia Barat.
Tahun 1850-an double entry bookkeeping mencapai Kepulauan Inggris yang menyebabkan tumbuhnya masyarakat akuntansi dan profesi akuntansi publik yang terorganisasi di Skotlandia dan Inggris tahun 1870-an. Praktik akuntansi Inggris menyebar ke seluruh Amerika Utara dan seluruh wilayah persemakmuran Inggris. Selain itu model akuntansi Belanda diekspor antara lain ke Indonesia, sistem akuntansi Perancis di Polinesia dan wilayah-wilayah Afrika dibawah pemerintahan Perancis. Kerangka pelaporan sistem Jerman berpengaruh di Jepang, Swedia, dan Kekaisaran Rusia.
Paruh Pertama abad 20, seiring tumbuhnya kekuatan ekonomi Amerika Serikat, kerumitan masalah akuntansi muncul bersamaan. Kemudian Akuntansi diakui sebagai suatu disiplin ilmu akademik tersendiri. Setelah Perang Dunia II, pengaruh Akuntansi semakin terasa di Dunia Barat.
Tujuan
Akuntansi Internasional
Adapun tujuan dari
adanya akuntansi internasional adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengembangkan dalam kepentingan
umum, satu set standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipamahi
dan dapat diterapkan yang mewajibkan infromasi yang berkualitas tinggi,
transaparan, dan dapat dibandingkan dalam laporan keuangan dan pelaporan
keuangan lainnya untuk membantu para partisipan dalam pasar modal dunia dan pengguna
lainnya dalam membuat keputusan ekonomi.
2.
Untuk mendorong penggunaan dan penerapan
standar-stnadar yang ketat.
3.
Untuk membawa konvergensi standar
akuntansi nasional dan Standar Akuntansi Internasional dan Standar Pelaporan
Keuangan Internasional ke arah solusi berkualitas tinggi.
4.
Untuk membantu dan memudahkan bisnis
atau usaha antar Negara-negara di dunia.
5.
Membantu perekonomian dunia ke arah yang
lebih baik.
Berikut merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan akuntansi
internasional:
1. Sumber pendanaan
Di
Negara-negara dengan pasar ekuitas yang kuat, akuntansi memiliki focus atas
seberapa baik manajemen menjalankan perusahaan (profitabilitas), dan dirancang
untuk membantu investor menganalisis arus kas masa depan dan resiko terkait.
Sebaliknya, dalam system berbasis kredit di mana bank merupakan sumber utama
pendanaan, akuntansi memiliki focus atas perlindungan kreditor melalui
pengukuran akuntansi yang konservatif.
2. Sistem Hukum
Dunia
barat memiliki dua orientasi dasar: hukum kode (sipil) dan hukum umum (kasus).
Dalam Negara-negara hukum kode, hukum merupakan satu kelompok lengkap yang
mencakup ketentuan dan prosedur sehingga aturan akuntansi digabungkan dalam
hukum nasional dan cenderung sangat lengkap. Sebaliknya, hukum umum berkembang
atas dasar kasus per kasus tanpa adanya usaha untuk mencakup seluruh kasus
dalam kode yang lengkap.
3. Perpajakan
Peraturan
pajak secara efektif menentukan standar karena perusahaan harus mencatat
pendapatan dan beban dalam akun mereka untuk mengklaimnya untuk keperluan
pajak. Ketka akuntansi keuangan dan pajak terpisah, kadang-kadang aturan pajak
mengharuskan penerapan prinsip akuntansi tertentu.
4. Ikatan Politik dan
Ekonomi
5. Inflasi
Inflasi
menyebabkan distorsi terhadap akuntansi biaya histories dan mempengaruhi
kecenderungan (tendensi) suatu Negara untuk menerapkan perubahan terhadap
akun-akun perusahaan.
6.Tingkat Perkembangan
Ekonomi
Faktor
ini mempengaruhi jenis transaksi usaha yang dilaksanakan dalam suatu
perekonomian dan menentukan manakah yang paling utama.
7.Tingkat Pendidikan
Standard
praktik akuntansi yang sangat rumit akan menjadi tidak berguna jika
disalahartikan dan disalahgunakan. Pengungkapan mengenai resiko efek derivative
tidak akan informative kecuali jika dibaca oleh pihak yang berkompeten.
8. Budaya
Empat
dimensi budaya nasional, menurut Hofstede: individualisme, jarak kekuasaan,
penghindaran ketidakpastian, maskulinitas.
Empat dimensi budaya
nasional menurut Hofstede, yaitu:
a.Individualisme vs kolektivisme
a.Individualisme vs kolektivisme
Merupakan kecenderungan
terhadap suatu tatanan social yang tersusun longgar dibandingkan terhadap
tatanan yang tersusun ketat dan saling tergantung.
b. Large vs Small Powr Distance (Jarak kekuasaan)
b. Large vs Small Powr Distance (Jarak kekuasaan)
Sejauh mana hierarki
dan pembagian kekuasaan dalam suatu lembaga dan pembagian kekuasaan dalam suatu
lembaga dan organisasi secara tidak adil dapat diterima.
c. Strong vs Weak Uncertainty Avoidance (Penghindaran ketidakpasian)
c. Strong vs Weak Uncertainty Avoidance (Penghindaran ketidakpasian)
Sejauh mana masyarakat
merasa tidak nyaman dengan ambiguitas dan suatu masa depan yang tidak pasti.
d. Maskulinitas vs feminimitas
d. Maskulinitas vs feminimitas
Sejauh mana peranan
gender dibedakan dan kinerja serta pencapaian yang dapat dilihat lebih
ditekankan daripada hubungan dan perhatian.
Dimensi Nilai Akuntansi
yang Mempengaruhi Praktek Akuntansi:
1. Profesionalisme
versus control wajib preferensi terhadap pelaksanaan perimbangan professional
individu dan regulasi sendiri kalangan professional dibandingkan terhadap
kepatuhan dengan ketentuan hokum yang telah ditentukan.
2. Keseragaman versus
fleksibilitas preferensi terhadap keseragaman dan konsistensi dibandingkan
fleksibilitas dalam bereaksi terhadap suatu keadaan tertentu
3. Konservatisme versus
optimisme
4. Kerahasiaan versus
transparansi preferensi atas kerahasiaan dan pembatasan informasi usaha menurut
dasar kebutuhan untuk tahu dibandingkan dengan kesediaan untuk mengungkapkan
informasi terhadap public.
Klasifikasi
Akuntansi Internasional
Klasifikasi
akuntansi internasional dapat dilakukan dalam dua cara, yakni dengan
pertimbangan dan secara empiris. Klasifikasi dengan pertimbangan bergantung pada
pengetahuan, intuisi dan pengalaman. Klasifikasi secara empiris menggunakan
metode statistic untuk mengumpulkan data prinsip dan praktek akuntansi seluruh
dunia. Ada 4 pendekatan terhadap
perkembangan akuntansi:
1.
Berdasarkan pendekatan makroekonomi
Praktek
akuntansi didapatkan dari dan dirancang untuk meningkatkan tujuan makroekonomi
nasional.
2.
Berdasarkan pendekatan mikroekonomi
Akuntansi
bekembang dari prinsip-prinsip mikroekonomi. Tujuannya terletak pada perusahaan
secara individu yang memiliki tujuan untuk bertahan hidup.
3.
Berdasarkan pendekatan independent
Akuntansi
berasal dari praktek bisnis dan berkembang secara ad hoc, dengan dasar
perlahan-lahan dan pertimbangan, coba-coba, dan kesalahan. Akuntansi dipandang
sebagai fungsi jasa yang konsep dan prinsipnya diambil dari proses bisnis yang
dijalankan dan bukan dari cabang keilmuan seperti ekonomi.
4.
Berdasarkan pendekatan yang seragam
Akuntansi
distandariasi dan digunakan sebagai alat untuk kendali administrasi oleh
pemerintah pusat. Keseragaman dalam pengukuran, pengungkapan, dan penyajian
akan memudahkan perancang pemerintah, otoritas pajak, dan bahkan manajer untuk
menggunakan informasi akuntansi dalam mengendalikan seluruh jenis bisnis.
Standar Akuntansi yang Berlaku di Indonesia
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
mencanangkan bahwa Standar akuntansi internasional (IFRS) akan mulai berlaku di
Indonesia pada tahun 2012 secara keseluruhan atau full adoption.
Diharapkan Indonesia sudah mengadopsi keseluruhan IFRS, sedangkan khusus untuk
perbankan diharapkan tahun 2010. Dengan pencanangan tersebut timbul
permasalahan mengenai sejauh mana adopsi IFRS dapat diterapkan dalam Laporan
Keuangan di Indonesia, bagaimana sifat adopsi yang cocok apakah adopsi seluruh
atau sebagian (harmonisasi), dan manfaat bagi perusahaan yang mengadopsi
khususnya dan bagi perekonomian Indonesia pada umumnya, serta bagaimana
kesiapan Indonesia untuk mengadopsi IFRS.
IFRS (Internasional Financial
Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan
global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi
informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim
perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan
tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang:
a. Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan
dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
b. Menyediakan titik awal yang memadai untuk
akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
c. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak
melebihi manfaat untuk para pengguna.
Saat ini standar akuntansi
keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan International
Financial Reporting Standards(IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB (International
Accounting Standards Board). Oleh karena itu, arah penyusunan dan
pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada
standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut. Sejumlah standar yang dibentuk
sebagai bagian dari IFRS dikenal dengan nama terdahulu Internasional Accounting Standards (IAS). IAS dikeluarkan antara
tahun 1973 dan 2001 oleh Badan Komite Standar Akuntansi
Internasional (International
Accounting Standards Committee (IASC). Pada tanggal 1 April
2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab gunan menyusun Standar Akuntansi
Internasional dari IASC. Selama pertemuan pertamanya, Badan baru ini
mengadaptasi IAS dan SIC yang telah ada. IASB terus mengembangkan standar dan
menamai standar-standar barunya dengan nama IFRS.
Peranan dan keuntungan harmonisasi atau adopsi IFRS
sebagai standar
akuntansi domestik : Keuntungan harmonisasi menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002) adalah:
akuntansi domestik : Keuntungan harmonisasi menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002) adalah:
1. Informasi keuangan yang
dapat diperbandingkan.
2. Harmonisasi dapat
menghemat waktu dan uang,
3. Mempermudah transfer
informasi kepada karyawan serta mempermudah dalam melakukan training pada
karyawan.
4. Meningkatkan perkembangan
pasar modal domestik menuju pasar modal internasional,
5. Mempermudah dalam melakukan
analisis kompetitif dan operasional yang berguna untuk menjalankan bisnis serta
mempermudah dalam pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, dan
pihak lain.
https://masyari91.wordpress.com/2012/03/16/sejarah-atau-perkembangan-akuntansi-internasional/
http://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Pelaporan_Keuangan_Internasional
Subscribe to:
Posts (Atom)