BAB 13 - Masalah Pokok Perekonomian Indonesia
1. Pengangguran
·
Pengertian Pengangguran
Pengangguran atau tuna karya
adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari
kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang
berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan
karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan
jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali
menjadi masalah dalam perekonomian
karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang
sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan
dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran
dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah
angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan
penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya
tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga
dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan
keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan
kekacauan politik keamanan dan sosial
sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang
adalah menurunnya GNP dan pendapatan per
kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah
"pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa
dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
·
Ciri –
Ciri pengangguran di Indonesia
Pengangguran sangatlah
melekat terhadap terbatasnya tingkat perekonomian dalam kehidupan pelakunya. Kurangnya
kemampuan untuk mencukupi kebutuhan sehari – harinya ditambah dengan tidak
adanya pendapatan yang diperoleh, membuat pengangguran memiliki ciri – ciri sebagai
berikut :
a.
Melekatnya
dengan tindak kriminal (premanisme), misalnya perampokan, pembegalan, pencurian
dll.
b.
Melekatnya
dengan larangan perintah agama, misalnya pelacuran yang dilakukan oleh para
wanita disebabkan karena terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia yang
mengakibatkan mereka harus bekerja dengan jalan yang kurang disegani.
c.
Tidak memiliki
pendirian dalam hidupnya
d.
Tidak memiliki
penghasilan dan tempat tinggal yang layak
e.
Mudah berputus
asa
f.
Tidak mampu
mencukupi kebutuhannya
g.
Memiliki
masalah – masalah sosial dalam kehidupannya, dll.
1. Inflasi
Dalam ilmu
ekonomi, inflasi
adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
(kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas
di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga
akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata
uang secara kontinu.
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat
harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan
inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap
terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling
pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya
harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering
digunakan adalah CPI dan GDP
Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan,
yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi
apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara
10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi
tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Penyebab
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan
permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah
desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or
service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama
lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral),
sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan
eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti
fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan
infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull
inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana
biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi
permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya
volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap
barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi
tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian
menyebabkan harga faktor
produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu
kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam
situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh
rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas
di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya
kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku
bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor
industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost
push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga
termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada
perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran
distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata
permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum
permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian
yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru.
Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya
masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam,
cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi
spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait
tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi,
dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat
penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,
yaitu :
kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan
upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta
menaikkan harga barang-barang.
Penggolongan
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari
luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya
defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan
gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai
akibat naiknya harga barang impor.
Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau
adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan
pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan
dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup
(Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua
barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open
Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga
setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat
menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi
yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
- Inflasi
ringan
(kurang dari 10% / tahun)
- Inflasi
sedang
(antara 10% sampai 30% / tahun)
- Inflasi
berat
(antara 30% sampai 100% / tahun)
- Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
Mengukur inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat
persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
- Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price
index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang
tertentu yang dibeli oleh konsumen.
- Indeks
biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
- Indeks
harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari
barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi.
IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena
perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan
meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
- Indeks
harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari
komoditas-komoditas tertentu.
- Indeks
harga barang-barang modal
- Deflator
PDB
menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang
produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Dampak
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif-
tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru
mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih
baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk
bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang
parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak
bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga
meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri
atau karyawan
swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga
sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat
yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh
seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang
pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau
tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah.
Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan
pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan
dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai
yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung
karena nilai mata
uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga,
namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila
orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi
akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana
dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang
kepada kreditur,
nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang
meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang
pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen,
inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi
daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong
untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya
merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen
bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup
mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya
terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya
investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman
modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan
ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat.
Peran bank sentral
Bank
sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan
inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat
inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki
kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh
diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini
disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang
independen , salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan
menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian , akan mendorong
tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang
beredar dan/atau tingkat suku
bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain
itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang
domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat
internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs).
Saat ini pola inflation targeting
banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
Sumber :