JUDUL : PERAN MANAJEMEN DAN TANGGUNG JAWAB
AUDITOR
DALAM
MENDETEKSI KECURANGAN LAPORAN
KEUANGAN.
PENULIS : FATAHUL RAHMAN
TAHUN : 2011
PENERBIT : JURNAL
EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
PERAN
MANAJEMEN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR
DALAM
MENDETEKSI KECURANGAN LAPORAN
KEUANGAN
Fatahul
Rahman
(Staf
Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Samarinda)
Abstrak
FATAHUL
RAHMAN: Kekeliruan dan kecurangan dalam konteks pelaporan keuangan
mengindikasikan
adanya salah saji secara material, kejahatan dalam bidang ekonomi (Fraud)
atau
hubungan dua pihak yang terlibat dalam menjalankan sebuah entitas (agency
theory)
yang
menimbulkan asymmetric information baik yang dilakukan oleh suatu
perusahaan,
manajemen
ataupun individu. Auditor memiliki tanggungjawab yang besar untuk mendeteksi
Fraud
asymmetric information serta menilai kewajaran laporan keuangan dari salah
saji secara
material
yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum, standar auditing dan
kode
etik akuntan. Sedangkan peran manajemen bertanggungjawab untuk menerapkan
kebijakan
akuntansi yang sehat, membangun serta memelihara pengendalian intern yang
diantaranya,
mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi (termasuk peristiwa
dan
kondisi) yang konsisten dengan asersi manajemen yang tercantum dalam laporan
keuangan
serta mewujudkan good corparate governance yang dalam salah satu
penerapannya
menerima
keberadaan komite audit sebagai suatu bagian dari organisasi perusahaan.
Kata
Kunci:
Fraud, Agency Theory, Asymmetric Information
PENDAHULUAN
Berbicara
mengenai kekeliruan dan kecurangan dalam konteks pelaporan keuangan berarti
mengindikasikan adanya salah saji secara material baik yang dilakukan oleh
suatu lembaga – orgnisasi ataupun individu. Fraud yang dimaksud
merupakan salah satu dari bentuk kejahatan di bidang ekonomi, yang tidak
sedikit memakan biaya yang besar bagi suatu organisasi dan yang lebih tragisnya
lagi bahwa organisasi yang bersangkutan secara implisit terkesan
menyembunyikannya. Menurut Palmore (1987), bahwa kecurangan dalam laporan
keuangan merupakan sebagian dari kasus hukum terhadap auditor. Berdasarkan
beberapa survey yang dilakukan oleh Deakin University (1994), Ernst&Young
(1997), dan Dr. Russel Smith (1999), bahwa hasilnya menunjukkan adanya
peningkatan terhadap tindakan kecurangan dalam beberapa tahun belakang ini
(MediaAkuntansi; Maret 2000). Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Mark S. Beasly (1996), yang menunjukkan adanya kecurangan laporan keuangan
yang berhubungan dengan komposisi dewan direktur. Auditor sebagai profesi yang
independen mempunyai tanggungjawab dalam mengungkapkan kecurangan atas laporan
keuangan dituntut untuk melakukan seperti yang disyaratkan oleh standar profesionalnya
yaitu menurut Statement on Auditing Standard AS, No. 53, tentang The
Auditor’s Responsibility to Detect and Report Error and Regularities (AICPA;
1989a),
dan SA Seksi
316; tentang Pertimbangan atas Kecurangan Audit Laporan Keuangan (IAI; 2001).
1. Agency Theory
dan Good Corporate Governance
Teori
Keagenan (agency theory), mengemukakan ada dua pihak yang terlibat dalam
menjalankan sebuah entitas, baik organisasi laba maupun nir laba. Kedua pihak
tersebut dikenal dengan principal dan agent. Pihak prinsipal
adalah pemilik dari sebuah entitas yang kemudian dijalankan oleh seorang agen,
yang kemudian pihak agen ini dalam menjalankan perusahaannya seharusnya sesuai
dengan keinginan pemilik (prinsipal). Namun agency theory juga mengenal
adanya asymmetric information yaitu adanya sebuah ketidakseimbangan
dalam proporsi informasi yang dikonsumsi oleh kedua belah pihak. Asymmetric
Information ini dapat dilihat dalam dua
bentuk, yaitu:
Ø Moral hazard
Yaitu pada saat pihak agen menyembunyikan informasi yang dimilikinya, dengan
tujuan agar informasi tersebut dapat digunakan untuk memaksimalkan utilitas
agen.
Ø adverse
selection yaitu
pada saat pihak agen tidak mengetahui bagaimana membuat suatu kebijakan dari
informasi yang dimilikinya.
Hal
inilah yang kemudian memunculkan apa yang dikenal dengan agency cost,
yaitu berupa sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak prinsipal untuk
terus mengawasi kinerja agen.
Sebagai
sebuah konsekuensi logis dari kompleksitas hubungan antara prinsipan dengan agen
dewasa ini, maka muncullah suatu konsep yang dinamakan Good Corporate
Governance (GCG). GCG diterjemahkan dalam empat dimensi : Fairness,
Transparency, Accountability dan Responsibility. Melalui empat
dimensi ini hubungan antara prinsipan dan agen sedikit banyak mengalami
perubahan. Dewan komisaris yang notabene merupakan representasi dari
kepentingan prinsipal dapat dioptimalkan melalui penyusunan komposisi dewan
komisaris yang dapat menjalankan peran-perannya secara efektif bagi pencapaian
dari pengelolaan perusahaan yang lebih baik.
2. Kekeliruan
dan Kecurangan Laporan Keuangan
Menurut
Statement on Auditing Standard (SAS) No. 82 mengenai Consideration of
Fraud in a Financial Statement Audit, menyatakan bahwa auditor
mempunyai tanggungjawab yang besar untuk mendeteksi kecurangan dengan
merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh kepastian
menenai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji (misstatement)
secara material baik yang disebabkan oleh kesalahan atau
kecurangan (ACIPA; 1997). Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan salah
saji yang berasal dari kecurangan pelaporan keuangan dikelompokkan
menjadi tiga kategori, yaitu :
a. Karakteristik
Manajemen
Faktor-faktor
risiko dalam kelompok ini menyangkut kemampuan, tekanan, gaya, dan sikap manajemen
yang berkaitan dengan pengendalian internal dan proses pelaporan
keuangan.
b.
Kondisi-kondisi Industri
Faktor-faktor
risiko yang termasuk dalam kelompok ini meliputi faktor-faktor ekonomi dan
peraturan-peraturan
yang terkait dengan operasi perusahaan
c. Karakteristik
Operasi dan Stabilitas Keuangan.
Faktor-faktor
berikut ini berkaitan dengan sifat dan rumitnya transaksi, kondisi keuangan,
dan kemampuan perusahaan dalam memperoleh
laba. Faktor-faktor
risiko yang berkaitan dengan salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva
dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
·
Kerentanan Aktiva Terhadap Penyalahgunaan.
Faktor-faktor ini berkaitan dengan sifat
dankemudahan suatu aktiva menjadi sasaran pencurian. Risiko penyalahgunaan
aktiva merupakan bagian dari risiko bawaan
·
Lemahnya Pengendalian Internal.
Dalam model risiko audit risiko yang menyebabkan
lemahnya pengendalian internal yang dirancang untuk mencegah atau mendeteksi
penyalahgunaan aktiva disebut risiko pengendalian.
Menurut
Arens dan Loebbecke (1996) mengatakan bahwa kekeliruan (error) merupakan
salah saji yang tidak disengaja dan ketidakberesan (irregularities)
merupakan salah saji yang disengaja. Jadi faktor yang membedakan antara kekeliruan
dan kecurangan adalah “Apakah tindakan yang mendasarinya atau
terletak pada penyebab terjadinya salah satu secara material baik
yang bersifat disengaja ataupun tidak disengaja untuk menghilangkan
sejumlah pengungkapan dalam pelaporan keuangan, hal ini yang
merupakan salah satu tanggung jawab auditor untuk mendeteksinya”.
Untuk
hal tersebut auditor dituntut untuk memahami standar auditing pada setiap
melakukan
pekerjaannya
dalam hal ini khususnya yang berkaitan dengan bentuk-bentuk kecurangan
pelaporan
keuangan. Pengertian kecurangan laporan keuangan menurut Beasly (1996) dibatasi
pada dua tipe yaitu tipe pertama, termasuk kejadian dimana manajemen
secara sengaja mengeluarkan informasi laporan keuangan yang secara material
menyesatkan bagi para pemakai eksternal, dan tipe kedua, termasuk adanya
ketidaktepatan asset oleh top manajemen. Sama yang dikemukakan dalam SAS No. 53
paragraf 03, bahwa kedua kecurangan tersebut menunjukkan penghilangan atau
salah pernyataan yang disengaja dari jumlah atau keterangan dalam laporan
keuangan: Adapun bentuk kecurangan yang dinyatakan dalam SA Seksi 316, lebih
lanjut bahwa ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor
tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan – salah saji yang timbul
sebagai akibat dan kecurangan dalam laporan keuangan dan kecurangan yang timbul
dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva.
Adapun
masing-masing tipe salah saji seperti yang dijelaskan dalam SA Seksi 316, sebagai
berikut: Salah saji yang timbul pada kecurangan dalam peluporan keuangan adalah
salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam
laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam
laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini :
a.
Manipulasi,
pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi
sumber data bagi penyaji laporan keuangan,
b.
Representasi
yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi,
atau informasi signifikan,
c.
Salah
penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi,
cara penyajian, atau pengungkapan.
Salah satu yang
timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali
disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan
pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3. Materialitas
Dan Risiko Audit
Menurut
SA Seksi 312, bahwa laporan keuangan mengandung salah saji material apabila
laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individu
atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan
keuangan tidak disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, sedangkan risiko audit adalah
risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya
sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji
material. Dimana kedua konsep tersebut seperti yang disimpulkan menurut Mulyadi
dan Kanaka (1998) sebagai berikut: konsep materialitas berkaitan dengan
seberapa besar salahsaji yang terdapat dalam asersi dapat diterima oleh auditor
agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh besarnya salah saji
tersebut dan konsep risiko audit berkaitan dengan resiko kegagalan
auditor dalam mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang benarnya berisi
salah saji material.
Di
dalam konsep materialitas apabila salah saji yang terdapat pada pelaporan
keuangan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan baik secara “individual
maupun seluruhan yang disajikan secara tidak wajar, maka auditor harus melakukan
judgement profesional dalam mengambil kesimpulan yang berkaitan dengan materialitas
tersebut dilakukan dalam hubungannya dengan sifat dan jumlah dari nilai pos-pos
laporan angan yang diaudit dan juga berhubungan dengan kondisi serta mencakup judgement
kuantitatif ataupun kualitatif.
Kecurangan
(fraud) umumnya dapat dilakukan oleh siapa saja dengan cara yang tidak
fair, seperti
tindakan berbohong, penipuan, atau tindakan lain yang menguntungkan diri
sendiri dengan tidak mengindahkan kerugian orang lain. Kecurangan tersebut
merupakan tindakan kriminal yang sering melibatkan perusakan atau menghancurkan
terhadap suatu kepercayaan, kecurangan ini dikenal dengan istilah white
collar crime. Kecurangan bisa dilakukan oleh seseorang di dalam
suatu perusahaan (kecurangan internal) atau oleh seseorang dari pihak
luar perusahaan (kecurangan eksternal). Kecurangan internal dapat dikategorikan
kepda (1) kecurangan pegawai, yang biasanya dilakukan oleh pegawai atau
sekelompok pegawai untuk mengambil keuntungan keuangan, (2) kecurangan
laporan keuangan, dilakukan terhadap laporan keuangan yang secara sengaja dibuat
untuk menutupi kesalahan atau kerugian yang berakibat salahnya informasi
keuangan yang diberikan kepada pihak ketiga, dan (3) kecurangan manajemen,
biasanya dilakukan oleh manajemen yang memiliki wewenang yang cukup tinggi
untuk mengacaukan kontrol internal (Ali Masjono M,
1999). Sedangkan
risiko kecurangan (fraud risk) adalah berkaitan dengan kerugian yang
dapat terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan dan atau moral dan perilaku yang
kurang baik dari manajemen (management fraud), karyawan (employee
fraud), dan nasabah (customer fraud) (Amin Widjaya, 2000).
Menurut
Ramsay yang dikutip oleh M. Rasuli (Media Akuntansi; 2000), kecurangan (fraud)
menyangkut kesalahan disengaja yang dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe :
(1) fraudulent financial reporting yang meliputi manipulasi, pemalsuan,
atau merubah (alteration) catatan akuntansi atau dokumen pendukung dari
laporan keuangan yang disusun, tidak menyajikan dalam atau sengaja
menghilangkan kejadian, transaksi dan inforamsi penting dari laporan keuangan
dan sengaja menerapkan prinsip akuntansi yang salah, dan (2) misappropriation
of assets yang meliputi penggelapan penerimaan kas, pencurian aktiva, dan
hal-hal yang menyebabkan suatu entitas membayar untuk barang atau jasa yang
tidak diterima. Fraudulent financial reporting atau juga dikenal dengan
istilah management fraud, yang dapat menyebabkan laporan keuangan salah
saji sedangkan misappropriation of assets, diantaranya dapat berupa lapping
dan kiting.
4. Tanggungjawab
Auditor dan Etika Profesional
Menurut
SA Seksi 110, bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan
audit guna memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari
salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Tanggungjawab tersebut tentunya dalam rangka untuk menilai kewajaran laporan
keuangan dari salah saji secara material yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berterima umum, standar auditing dan kode etik akuntan. Apabila terjadi
pelanggaran atau penyimpangan terhadap etika profesi seperti yang diisyaratkan
dalam standar auditing dan kode etik akuntan berarti auditor kurang menunjukkan
atau tidak memiliki idealisme yaitu sebagai sikap yang
dependen dan
tidak menghindarkan terjadi berbagai kepentingan.
Kualitas
audit yang dimaksud merupakan sesuatu yang mengharuskan atau kewajiban yang mendorong
auditor mempunyai perilaku yang sesuai dengan etika profesional (kode etik).
Adapun kode etik merupakan norma dan asas yang diterima oleh suatu kelompok
tertentu sebagai landasan ukuran tingkah laku. Perilaku profesional auditor
seperti yang telah ditetapkan oleh AICPA, meliputi :
(a) Prinsip-prinsip
yang meliputi tanggungjawab, bertindak untuk kepentingan masyarakat, bertindak jujur, integritas,
objektivitas, dan independensi, bekerja cermat, serta mengevaluasi kelayakan
lingkup dan sifat jasa,
(b) Perturan
perilaku yang harus ditaati oleh profesi akuntan publik,
(c)
Interpretasi,
(d) Kelengkapan
etika.
Sedangkan
menurut SPAP (2001) AE 100, meliputi independensi, integritas dan objektivitas.
Perilaku profesional yang diisyaratkan dalam SPAP tersebut menuntut auditor
harus mempunyai sikap yang independen dalam melaksanakan setiap pekerjaannya
disamping mempunyai integritas yang merupakan kualitas yang dapat menimbulkan kepercayaan
masyarakat dan memberikan tatanan nilai bagi jasa auditor, dan serta
objektivitas yang merupakan suatu keyakinan atas kualitas dalam memberikan
nilai bagi jasa auditor.
5. Peran Dewan
Komisaris
Dewan
komisaris memiliki sejumlah tanggung jawab dalam kaitannya dengan kepercayaan
pemegang saham kepadanya dan beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki. Mengenai
hal ini, Fama dan Jensen (1983) menjelaskan secara panjang lebar :
Stockholder’
delegation of responsibilities of internal control to the board of directors makes
the board apex of decision control within the large and small corporate
organization. Although the board delegates most decision management functions
and many decision control functions to top management, the board has ultimate
control over top management. Such control includes the board right to ratify
and monitor important decision, and to choose dismiss and reward important decision,
board of directors assumes responsibility for establishing as appropriate
control system within a firm and monitoring top management’s compliance with
this system.
Poin
terpenting dari definisi yang diberikan oleh Fama dan Jensen adalah, bahwa
keberadaan dewan komisaris untuk semakin memperkuat pengawasan dan pengendalian
terhadap berbagai keputusan manajemen yang berpotensi dapat mengakibatkan
kerugian bagi pemegang saham.
Penelitian mengenai keberadaan sebuah sistem
pengendalian internal yang lemah ini telah dilakuka oleh beberapa peneliti,
seperti Loebecke et.al (1989) dan Bet et.al (1991). Kedua penelitian tersebut mengistilahkan
kelemahan tersebut sebagai “weak internal control environments” yang akan
semakin membuka peluang bagi pihak manajemen untuk melakukan beberapa tindakan curang.
Lebih rinci mereka mengatakan :
The
significance of “weak internal control environment” that allow management carry
out such fraud.
Lebih
jauh, penelitian yang dilakukan oleh Williamson (1984), mengemukakan secara
terinci mengenai bagaimana peluang kecurigaan tersebut dapat dilakukan oleh
para manajer dengan bantuan dewan komisaris. Williamson menjelaskan :
Because
managers have huge information advantages due to their full-time status and
insider knowledge, the board of directors can easily became an instrument of
management, thereby, sacrificing the interest of stockholders
Dari
pernyataan Williamson di atas, jelaslah bahwa optimalisasi terhadap peran dewan
komisaris mutlak diperlukan. Hal ini terkait dengan wewenang yang dibebankan
oleh pemegang saham di satu sisi, dan adanya kemungkinan penyalahgunaan
wewenang oleh manajemen di sisi lainnya.
6. Komposisi
Sebuah Dewan Komisaris
Dari
berbagai penelitian mengemukakan bahwa komposisi dewan komisaris akan berpengaruh
terhadap kinerja dewan komisaris itu sendiri telah diungkapkan oleh beberapa
peneliti. Fama dan Jansen (1983) mengemukakan :
…Outside
directors have incentives to carry out monitoring tasks and not to collude with
top managers to expropriate stockholder’s wealth so inclusion of outside
directors increases the board ability to monitor top management effectively in
agency setting arising from the separation of corporate ownership…
Lebih
lanjut, Baysinger dan Butler 1985) berhipotesis :
There
are wide variations among firms in the degree of representation of outside
member of board of directors.
Beasley
(1996) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji variasi dalam
komposisi dewan komisaris untuk menguji pernyataan apakah dengan memasukkan
anggota dewan komisaris dari luar akan membantu dalam menurunkan tingkat
kecurangan dalam laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Lee et.al
(1992) mengemukakan bahwa dalam kondisi pengambilalihan manajemen, kekayaan
pemegang saham akan naik apabila dewan komisaris didominasi oleh komisaris
eksternal.
Dari
beberapa penelitian di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa komposisi dewan
komisaris juga
berpengaruh terhadap kinerja dewan komisaris dan kepercayaan dari para pemegang
saham. Lebih lanjut, Fama (1980) dan Fama and Jensen (1983), mengemukakan hipotesis
:
The
viability of the board as an internal control mechanism is enhanced by the
inclusion of outside directors outside directors have incentives to develop
reputations as experts in decision control because the external market for
their services prices them according to their performance as outside directors.
Dalam
penelitian tersebut, Fama (1980) dan, Fama dan Jensen (1983) membuat suatu
konklusi, yang
kemudian berubah menjadi suatu teori bahwa semakin tinggi persentase dari komisaris
eksternal dalam komposisi suatu dewan komisaris, berdampak kepada efektivitas
kinerja dewan komisaris dalam mengawasi manajemen yang semakin baik.
Urgensi
dan signifikansi dari formualsi suatu komposisi dewan komisaris yang tepat,
secara eksplisit
juga telah diatur oleh beberapa institusi yang berwenang. Pada Bulan Juni 1978,
New York Stock Exchange (NYSE) telah mensyaratkan bahwa seluruh anggota komite
audit dari seluruh perusahaan yang listing di NYSE harus berasal dari komisaris
independen seluruhnya. American Stock Exchange (AMEX) merekomendasikan, tidak
mensyaratkan, bahwa sleuruh komite audit harus berasal dari komisaris independen.
Pada tahun 1987, National Association of Securities Dealer (NASDAQ)
menerbitkan sebuah ketentuan bahwa seluruh perusahaan yang listing harus
memiliki komite audit dengan mayoritas anggotanya berasal dari komisaris
independen. Hal ini terkait dengan penelitian yang telah dilakukan, yang mengungkapkan
bahwa care competence dari komite audit adalah sebagai penghubung antara
pihak manajemen dan auditor independent dan juga dalam mereview berbagai laporan
keuangan yang dihasilkan manajemen.
7. Peran
Manajemen Dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan
Menurut
SA Seksi 110: Laporan keuangan merupakan tanggungjawab manajemen. Tanggungjawab
auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Manajemen bertanggungjawab
untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat dan untuk membangun dan memelihara
pengendalian intern yang akan, diantaranya, mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan
transaksi (termasuk peristiwa dan kondisi) yang konsisten dengan asersi
manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan.
Sampai
saat ini eksistensi peran dari manajemen dalam seluruh aspek kehidupan organisasi
banyak mengalami perubahan dan mendapat sorotan terutama adanya tuntutan untuk mewujudkan
good corporate governance yang dalam salah satu penerapannya menerima keberadaan
komite audit sebagai suatu bagian dari organisasi perusahaan (corparate
governance). Komite audit sendiri menurut Turpin dan De Zoort (1998) adalah
sebagai suatu sub komite dari dewan komisaris dan berperan memberikan evaluasi
secara bebas terhadap pelaporan keuangan dan proses pengauditan. Berdasarkan penelitian
empiris oleh Porter dan Gendall (1998) dapat disimpulkan sebagai berikut bahwa
komite audit dianggap sebagai sarana untuk mengamankan laporan-laporan keuangan
untuk kepentingan pihak eksternal dan menjadi bermanfaat bagi pelaksanaan
pengendalian perusahaan (private sector) dan bukan berfungsi di dalam
membantu lembaga-lembaga corporate dalam menyelamatkan laporan-laporan
keuangan eksternal serta pengendalian corporate yang menjadi
tanggungjawab mereka (manajemen). Dijelaskan juga secara tegas menurut Porter
dan Gendall (1998) bahwa komite audit memiliki jangkauan fungsi yang luas yaitu
berhubungan dengan pelaporan keuangan eksternal, auditing eksternal, auditing
internal, dan masalah-masalah pengendalian perusahaan. Dan seperti yang disimpulkan
oleh Pincus et.al (1989), bahwa dengan adanya komite audit dapat dianggap sebagai
indikasi kualitas yang lebih tinggi dan secara signifikan mempunyai pengaruh
pada pengurangan kemungkinan kecurangan laporan keuangan.
Lain
halnya dengan penelitian empiris yang dilakukan oleh Beasly (1996) yang lebih
banyak menyoroti dari aspek komposisi dewan direktur dalam hubungannya dengan kecurangan
laporan keuangan, yang hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan yang tidak
melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan memiliki persentase lebih besar
dewan direktur yang berasal dari luar jika dibandingkan perusahaan yang
memiliki dewan direktur dari dalam.
Penelitian
sejenis mengenai komposisi dari komisaris eksternal juga telah dilakukan oleh
Daily (1995) yang menguji bagaimana hubungan antara keberadaan komisaris
eksternal dengan berbagai alternatif yang dihadapi perusahaan pada kondisi bangkrut.
Daily yang menggunakan analisis diskriminan untuk analisisnya ini menemukan bahwa
untuk perusahaan yang sukses mereorganisasi kembali perusahaannya pasca kebangkrutan,
memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan proporsi komisaris
eksternal yang ada di dalam dewan komisaris.
Arifin Sabeni
(2002), dalam penelitiannya juga menemukan bukti bahwa komposisi dari komisaris
mempunyai hubungan terhadap volountary disclosure, dan hal ini bertentangan dengan
keberadaan audit komite yang menjadi faktor penting terhadap volountary
disclosure.
Melihat
luasnya peran manajemen seperti diuraikan diatas dalam mendeteksi kesalahan penyajian
pelaporan keuangan atau mengurangi kemungkinan kecurangan pelaporan keuangan menurut
National Center for Computer Crime Data yang dikutip oleh Ali Masjono M
(1997) yaitu :
1.
Membangun lingkungan organisasi untuk memberikan
kontribusi pada integrasi proses pembuatan laporan keuangan,
2.
Mengidentifikasi
dan mengerti faktor-faktor yang mungkin menjurus kepada pelaporan yang tidak
benar,
3.
Menilai
risiko jika terjadi kesalahan laporan keuangan di perusahaan, dan
4.
Mendesain
dan mengimplementasikan pengendalian internal yang bisa mencegah terjadi
kecurangan pelaporan keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Masjono
Mukhtar, 1999, Audit Sistem Informasi, Cetakan Pertama, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Amin Widjaya. T,
2002, Memahami Konsep-Wide Risk Management, Harvarindo, 2003
Arens &
Loebbecke, 1996, Auditing Pendekatan Terpadu, Edisi Indonesia, Adaptasi Amir
Abadi Yusuf,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Arifin Sabeni,
An Empirical Analysis of The Relation Between The Board of Director’s Composition
and The Level of Volountary Disclosoure, Preceeding for The Fifth Indonesian
Conference on Accounting, Semarang, 2002.
Beasly, S. Mark,
1996, Empirical Analysis of the Relation Between the Board of Director
Composition and
Financial Statement Fraud, The Accounting Review, No. 4, Oktober, pp. 443 –
465.
IAI – Kompetensi
Akuntan Publik, 2001, Standar Profesional Akuntan Publik, Penerbit Salemba
Empat, Jakarta.
Mulyadi dan
Kanaka Puraderija, 1998, Auditing, Edisi Kelima, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Media Akuntansi,
2000, Riset; Fraud, Survei Membuktikan, Edisi 07/Maret/Tahun VII.
Media Akuntansi, 2000, Mengungkap Tindak
Kecurangan, (Korupsi) dengan Bantuan Forensic Accountant (Fraud Auditor), Edisi
15/November-Desember/Tahun VII.
Porter, A.
Brenda dan Gendall, J. Philip, 1998, Audit Committees in Private and Public Sector
Corporates in New Zealand : An Ampirical Investigation, International Journal of
Auditing Vol. 2, No. 1, John Wiley & Sons, Ltd, USA.
Tupin, A.
Richard and De Zoort, Tood. F, 1998, Characteristic of Firm that Include an
Audit
Committee Report in Their Annual Report,
International Journal of Auditing, Vol, 2 No. 1 John Wiley & Sons, Ltd.
USA.
ANALISIS DAN KOMENTAR TERHADAP ETIKA
BISNIS:
Salah saji
secara material merupakan adanya indikasi terjadinya berbagai kecurangan dalam
laporan keuangan. Opini audit adalah cara untuk menilai suatu kewajaran dari suatu
laporan keuangan. Auditor memiliki tanggung jawab dan independensi dalam
pengungkapan opini atas penilaian kewajaran laporan keuangan tersebut. Hal tersebut
haruslah sesuai dengan standar audit dan etika bisnisnya. Dari jurnal diatas
menerangkan bahwa beberapa faktor dapat dijadikan atau berperan dalam
pendeteksian berbagai kecurangan (fraud) dalam laporan keuangan. Salah satunya
adalah peran auditor, manajemen serta dewan komisaris.
Auditor dituntut
untuk berprilaku profesional serta independen, diantaranya bertindak jujur,
integritas, objektivitas, dan independensi, bekerja cermat, serta mengevaluasi
kelayakan lingkup dan sifat jasa serta kelengkapan etika.
Adapun kode etik
merupakan norma dan asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan
ukuran tingkah laku.