Sunday 21 December 2014

TUGAS 4 - ETIKA PROFESI AKUNTANSI (JOB CREATOR AND JOB SEEKER)



JOB CREATOR AND JOB SEEKER
Job Creator adalah orang atau bisnis yang mempekerjakan lebih banyak orang pada akhir rentang yang diberikan waktu daripada lakukan di awal. Menjadi fenomena turunan pertama, job creation hanya memiliki makna sehubungan dengan beberapa rentang waktu. Bisnis yang stabil dari berbagai ukuran yang tidak memperluas atau menyusut adalah ‘job-creator’ maupun ‘job-destroyer’ atau ‘employer’.
Istilah ‘job creator’ sering digunakan retoris sebagai sinonim untuk 'orang-orang kaya' atau bahkan ' perusahaan/pengusaha besar', didasarkan pada teori bahwa pekerjaan yang dibuat oleh "trickling down" from the top.
Yang mana:
1.      ada perbedaan antara job creator yaitu perusahaan-perusahaan yang menciptakan pekerjaan baru, menambah pekerjaan dan penyedia lapangan pekerjaan atau pengelola (employers), yaitu perusahaan yang mempekerjakan orang dan umumnya kembali mengisi posisi-posisi yang menjadi kosong.
2.       banyak perusahaan besar yang bukan job creator, tetapi job maintainers. Kebanyakan pekerjaan yang dibuat oleh perusahaan kecil memulai dan akan melalui fase pertumbuhan awal.
3.      selama resesi seperti saat ini, perusahaan-perusahaan besar sebenarnya cenderung menjadi job destroyers, karena mereka memberhentikan pekerja dan menutup aktiva tetap.
4.      Orang kaya tidak secara otomatis dikatakan sebagai  job creator. Mereka tidak secara otomatis adalah job creator jika mereka memiliki perusahaan. Mereka yang hanya job creator jika mereka berinvestasi dalam sebuah start-up yang sukses dan tidak berakhir  dengan memberhentikan setiap orang yang mereka pekerjakan.
5.      orang kaya yang sukses berinvestasi di start-up ini masih tidak sebanyak ‘job creator’ sebagai siapa pun benar-benar melakukan pekerjaan dalam membuat perusahaan yang sukses.
6.       orang kaya yang tidak berinvestasi dalam bisnis yang berkelanjutan adalah perdeatan seorang job destroyer, sejak mereka lebih baik memilih mengambil uang dari peredaran (sehingga tidak dapat digunakan untuk membantu bisnis tumbuh) dan pada kontribusi terburuk terhadap bisnis yang merusak perekonomian dan memiliki efek negatif yang bersih pada pekerjaan jangka panjang.

Job seeking adalah tindakan mencari pekerjaan, karena pengangguran, ketidakpuasan dengan posisi saat ini, atau keingan untuk posisi yang lebih baik. Tujuan dari job seeking biasanya untuk mendapatkan wawancara kerja dengan employer yang dapat menyebabkan dapat diterima. Job seeker biasana mencari lowongan pekerjaan terlebih dahulu, atau kesempatan kerja.
Sedangkan job seeker adalah seorang individu yang telah menunjukan minat dalam pekerjaan dengan menyelesaikan profil awal atau dengan mengajukan permohonan kepada employer.
Langkah-langkah job seeking :
1.      Locating jobs
Dengan mencari pekerjaan melalui teman atau jaringan bisnis yang luas, jaringan pribadi atau online layanan jaringan sosial menggunakan situs kerja job list dari mesin pencari (google), mencari klasifikasi tenaga kerja di koran ataupun datang ke event – event job fair.
2.      Researching the employers
Banyak job seekers meneliti perusahaan tempat mereka melamar pekerjaan, dan beberapa pengusaha melihat bukti ini sebagai tanda antusiasme positif untuk posisi atau perusahaan, atau sebagai tanda ketelitian.
3.      Networking
Menghubungi orang sebanyak mungkin adalah cara yang sangat efektif untuk mencari pekerjaan. Diperkirakan 50% atau lebih dari semua pekerjaan ditemukan melalui jaringan.
4.      Applying
Satu lagi yang dapat dilakukan yakni membagikan atau menyebarkan resume atau Curriculum Vitae kepada calon perusahaan, dengan harapan mereka dapat merekrut staf atau dapat segera menempatkan posisi.
5.      Interviewing
Setelah perusahaan telah menerima resume, mereka akan membuat daftar calon karyawan yang diwawancarai berdasarkan kontribusi resume dan informasi lainnya.

Sumber :


Saturday 20 December 2014

TUGAS 3 - JURNAL FRAUD (PERAN MANAJEMEN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN)

JUDUL          : PERAN MANAJEMEN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR
DALAM MENDETEKSI KECURANGAN LAPORAN
KEUANGAN.
PENULIS      : FATAHUL RAHMAN
TAHUN         : 2011
PENERBIT   : JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000


PERAN MANAJEMEN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR
DALAM MENDETEKSI KECURANGAN LAPORAN
KEUANGAN
Fatahul Rahman
(Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Samarinda)
Abstrak
FATAHUL RAHMAN: Kekeliruan dan kecurangan dalam konteks pelaporan keuangan
mengindikasikan adanya salah saji secara material, kejahatan dalam bidang ekonomi (Fraud)
atau hubungan dua pihak yang terlibat dalam menjalankan sebuah entitas (agency theory)
yang menimbulkan asymmetric information baik yang dilakukan oleh suatu perusahaan,
manajemen ataupun individu. Auditor memiliki tanggungjawab yang besar untuk mendeteksi
Fraud asymmetric information serta menilai kewajaran laporan keuangan dari salah saji secara
material yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum, standar auditing dan
kode etik akuntan. Sedangkan peran manajemen bertanggungjawab untuk menerapkan
kebijakan akuntansi yang sehat, membangun serta memelihara pengendalian intern yang
diantaranya, mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi (termasuk peristiwa
dan kondisi) yang konsisten dengan asersi manajemen yang tercantum dalam laporan
keuangan serta mewujudkan good corparate governance yang dalam salah satu penerapannya
menerima keberadaan komite audit sebagai suatu bagian dari organisasi perusahaan.
Kata Kunci: Fraud, Agency Theory, Asymmetric Information

PENDAHULUAN
Berbicara mengenai kekeliruan dan kecurangan dalam konteks pelaporan keuangan berarti mengindikasikan adanya salah saji secara material baik yang dilakukan oleh suatu lembaga – orgnisasi ataupun individu. Fraud yang dimaksud merupakan salah satu dari bentuk kejahatan di bidang ekonomi, yang tidak sedikit memakan biaya yang besar bagi suatu organisasi dan yang lebih tragisnya lagi bahwa organisasi yang bersangkutan secara implisit terkesan menyembunyikannya. Menurut Palmore (1987), bahwa kecurangan dalam laporan keuangan merupakan sebagian dari kasus hukum terhadap auditor. Berdasarkan beberapa survey yang dilakukan oleh Deakin University (1994), Ernst&Young (1997), dan Dr. Russel Smith (1999), bahwa hasilnya menunjukkan adanya peningkatan terhadap tindakan kecurangan dalam beberapa tahun belakang ini (MediaAkuntansi; Maret 2000). Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mark S. Beasly (1996), yang menunjukkan adanya kecurangan laporan keuangan yang berhubungan dengan komposisi dewan direktur. Auditor sebagai profesi yang independen mempunyai tanggungjawab dalam mengungkapkan kecurangan atas laporan keuangan dituntut untuk melakukan seperti yang disyaratkan oleh standar profesionalnya yaitu menurut Statement on Auditing Standard AS, No. 53, tentang The Auditor’s Responsibility to Detect and Report Error and Regularities (AICPA; 1989a),
dan SA Seksi 316; tentang Pertimbangan atas Kecurangan Audit Laporan Keuangan (IAI; 2001).

1. Agency Theory dan Good Corporate Governance
Teori Keagenan (agency theory), mengemukakan ada dua pihak yang terlibat dalam menjalankan sebuah entitas, baik organisasi laba maupun nir laba. Kedua pihak tersebut dikenal dengan principal dan agent. Pihak prinsipal adalah pemilik dari sebuah entitas yang kemudian dijalankan oleh seorang agen, yang kemudian pihak agen ini dalam menjalankan perusahaannya seharusnya sesuai dengan keinginan pemilik (prinsipal). Namun agency theory juga mengenal adanya asymmetric information yaitu adanya sebuah ketidakseimbangan dalam proporsi informasi yang dikonsumsi oleh kedua belah pihak. Asymmetric Information ini dapat dilihat dalam dua
bentuk, yaitu:

Ø  Moral hazard Yaitu pada saat pihak agen menyembunyikan informasi yang dimilikinya, dengan tujuan agar informasi tersebut dapat digunakan untuk memaksimalkan utilitas agen.

Ø  adverse selection yaitu pada saat pihak agen tidak mengetahui bagaimana membuat suatu kebijakan dari informasi yang dimilikinya.

Hal inilah yang kemudian memunculkan apa yang dikenal dengan agency cost, yaitu berupa sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak prinsipal untuk terus mengawasi kinerja agen.

Sebagai sebuah konsekuensi logis dari kompleksitas hubungan antara prinsipan dengan agen dewasa ini, maka muncullah suatu konsep yang dinamakan Good Corporate Governance (GCG). GCG diterjemahkan dalam empat dimensi : Fairness, Transparency, Accountability dan Responsibility. Melalui empat dimensi ini hubungan antara prinsipan dan agen sedikit banyak mengalami perubahan. Dewan komisaris yang notabene merupakan representasi dari kepentingan prinsipal dapat dioptimalkan melalui penyusunan komposisi dewan komisaris yang dapat menjalankan peran-perannya secara efektif bagi pencapaian dari pengelolaan perusahaan yang lebih baik.


2. Kekeliruan dan Kecurangan Laporan Keuangan
Menurut Statement on Auditing Standard (SAS) No. 82 mengenai Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit, menyatakan bahwa auditor mempunyai tanggungjawab yang besar untuk mendeteksi kecurangan dengan merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh kepastian menenai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji (misstatement) secara material baik yang disebabkan oleh kesalahan atau kecurangan (ACIPA; 1997). Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan salah saji yang berasal dari kecurangan pelaporan keuangan dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu :

a. Karakteristik Manajemen
Faktor-faktor risiko dalam kelompok ini menyangkut kemampuan, tekanan, gaya, dan sikap manajemen yang berkaitan dengan pengendalian internal dan proses pelaporan
keuangan.
b. Kondisi-kondisi Industri
Faktor-faktor risiko yang termasuk dalam kelompok ini meliputi faktor-faktor ekonomi dan
peraturan-peraturan yang terkait dengan operasi perusahaan

c. Karakteristik Operasi dan Stabilitas Keuangan.
Faktor-faktor berikut ini berkaitan dengan sifat dan rumitnya transaksi, kondisi keuangan, dan kemampuan perusahaan dalam memperoleh
laba. Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
·         Kerentanan Aktiva Terhadap Penyalahgunaan.
Faktor-faktor ini berkaitan dengan sifat dankemudahan suatu aktiva menjadi sasaran pencurian. Risiko penyalahgunaan aktiva merupakan bagian dari risiko bawaan
·         Lemahnya Pengendalian Internal.
Dalam model risiko audit risiko yang menyebabkan lemahnya pengendalian internal yang dirancang untuk mencegah atau mendeteksi penyalahgunaan aktiva disebut risiko pengendalian.

Menurut Arens dan Loebbecke (1996) mengatakan bahwa kekeliruan (error) merupakan salah saji yang tidak disengaja dan ketidakberesan (irregularities) merupakan salah saji yang disengaja. Jadi faktor yang membedakan antara kekeliruan dan kecurangan adalah “Apakah tindakan yang mendasarinya atau terletak pada penyebab terjadinya salah satu secara material baik yang bersifat disengaja ataupun tidak disengaja untuk menghilangkan sejumlah pengungkapan dalam pelaporan keuangan, hal ini yang merupakan salah satu tanggung jawab auditor untuk mendeteksinya”.

Untuk hal tersebut auditor dituntut untuk memahami standar auditing pada setiap melakukan
pekerjaannya dalam hal ini khususnya yang berkaitan dengan bentuk-bentuk kecurangan
pelaporan keuangan. Pengertian kecurangan laporan keuangan menurut Beasly (1996) dibatasi pada dua tipe yaitu tipe pertama, termasuk kejadian dimana manajemen secara sengaja mengeluarkan informasi laporan keuangan yang secara material menyesatkan bagi para pemakai eksternal, dan tipe kedua, termasuk adanya ketidaktepatan asset oleh top manajemen. Sama yang dikemukakan dalam SAS No. 53 paragraf 03, bahwa kedua kecurangan tersebut menunjukkan penghilangan atau salah pernyataan yang disengaja dari jumlah atau keterangan dalam laporan keuangan: Adapun bentuk kecurangan yang dinyatakan dalam SA Seksi 316, lebih lanjut bahwa ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan – salah saji yang timbul sebagai akibat dan kecurangan dalam laporan keuangan dan kecurangan yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva.

Adapun masing-masing tipe salah saji seperti yang dijelaskan dalam SA Seksi 316, sebagai berikut: Salah saji yang timbul pada kecurangan dalam peluporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini :

a.       Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyaji laporan keuangan,
b.      Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan,
c.       Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.

Salah satu yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.


3. Materialitas Dan Risiko Audit
Menurut SA Seksi 312, bahwa laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individu atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, sedangkan risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Dimana kedua konsep tersebut seperti yang disimpulkan menurut Mulyadi dan Kanaka (1998) sebagai berikut: konsep materialitas berkaitan dengan seberapa besar salahsaji yang terdapat dalam asersi dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut dan konsep risiko audit berkaitan dengan resiko kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang benarnya berisi salah saji material.

Di dalam konsep materialitas apabila salah saji yang terdapat pada pelaporan keuangan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan baik secara “individual maupun seluruhan yang disajikan secara tidak wajar, maka auditor harus melakukan judgement profesional dalam mengambil kesimpulan yang berkaitan dengan materialitas tersebut dilakukan dalam hubungannya dengan sifat dan jumlah dari nilai pos-pos laporan angan yang diaudit dan juga berhubungan dengan kondisi serta mencakup judgement kuantitatif ataupun kualitatif.

Kecurangan (fraud) umumnya dapat dilakukan oleh siapa saja dengan cara yang tidak
fair, seperti tindakan berbohong, penipuan, atau tindakan lain yang menguntungkan diri sendiri dengan tidak mengindahkan kerugian orang lain. Kecurangan tersebut merupakan tindakan kriminal yang sering melibatkan perusakan atau menghancurkan terhadap suatu kepercayaan, kecurangan ini dikenal dengan istilah white collar crime. Kecurangan bisa dilakukan oleh seseorang di dalam suatu perusahaan (kecurangan internal) atau oleh seseorang dari pihak luar perusahaan (kecurangan eksternal). Kecurangan internal dapat dikategorikan kepda (1) kecurangan pegawai, yang biasanya dilakukan oleh pegawai atau sekelompok pegawai untuk mengambil keuntungan keuangan, (2) kecurangan laporan keuangan, dilakukan terhadap laporan keuangan yang secara sengaja dibuat untuk menutupi kesalahan atau kerugian yang berakibat salahnya informasi keuangan yang diberikan kepada pihak ketiga, dan (3) kecurangan manajemen, biasanya dilakukan oleh manajemen yang memiliki wewenang yang cukup tinggi untuk mengacaukan kontrol internal (Ali Masjono M,
1999). Sedangkan risiko kecurangan (fraud risk) adalah berkaitan dengan kerugian yang dapat terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan dan atau moral dan perilaku yang kurang baik dari manajemen (management fraud), karyawan (employee fraud), dan nasabah (customer fraud) (Amin Widjaya, 2000).

Menurut Ramsay yang dikutip oleh M. Rasuli (Media Akuntansi; 2000), kecurangan (fraud) menyangkut kesalahan disengaja yang dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe : (1) fraudulent financial reporting yang meliputi manipulasi, pemalsuan, atau merubah (alteration) catatan akuntansi atau dokumen pendukung dari laporan keuangan yang disusun, tidak menyajikan dalam atau sengaja menghilangkan kejadian, transaksi dan inforamsi penting dari laporan keuangan dan sengaja menerapkan prinsip akuntansi yang salah, dan (2) misappropriation of assets yang meliputi penggelapan penerimaan kas, pencurian aktiva, dan hal-hal yang menyebabkan suatu entitas membayar untuk barang atau jasa yang tidak diterima. Fraudulent financial reporting atau juga dikenal dengan istilah management fraud, yang dapat menyebabkan laporan keuangan salah saji sedangkan misappropriation of assets, diantaranya dapat berupa lapping dan kiting.


4. Tanggungjawab Auditor dan Etika Profesional
Menurut SA Seksi 110, bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Tanggungjawab tersebut tentunya dalam rangka untuk menilai kewajaran laporan keuangan dari salah saji secara material yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum, standar auditing dan kode etik akuntan. Apabila terjadi pelanggaran atau penyimpangan terhadap etika profesi seperti yang diisyaratkan dalam standar auditing dan kode etik akuntan berarti auditor kurang menunjukkan atau tidak memiliki idealisme yaitu sebagai sikap yang
dependen dan tidak menghindarkan terjadi berbagai kepentingan.

Kualitas audit yang dimaksud merupakan sesuatu yang mengharuskan atau kewajiban yang mendorong auditor mempunyai perilaku yang sesuai dengan etika profesional (kode etik). Adapun kode etik merupakan norma dan asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan ukuran tingkah laku. Perilaku profesional auditor seperti yang telah ditetapkan oleh AICPA, meliputi :
   (a) Prinsip-prinsip yang meliputi tanggungjawab, bertindak untuk kepentingan masyarakat,   bertindak jujur, integritas, objektivitas, dan independensi, bekerja cermat, serta mengevaluasi kelayakan lingkup dan sifat jasa,
(b) Perturan perilaku yang harus ditaati oleh profesi akuntan publik,
(c) Interpretasi,
(d) Kelengkapan etika.

Sedangkan menurut SPAP (2001) AE 100, meliputi independensi, integritas dan objektivitas. Perilaku profesional yang diisyaratkan dalam SPAP tersebut menuntut auditor harus mempunyai sikap yang independen dalam melaksanakan setiap pekerjaannya disamping mempunyai integritas yang merupakan kualitas yang dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat dan memberikan tatanan nilai bagi jasa auditor, dan serta objektivitas yang merupakan suatu keyakinan atas kualitas dalam memberikan nilai bagi jasa auditor.

5. Peran Dewan Komisaris
Dewan komisaris memiliki sejumlah tanggung jawab dalam kaitannya dengan kepercayaan pemegang saham kepadanya dan beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki. Mengenai hal ini, Fama dan Jensen (1983) menjelaskan secara panjang lebar :

Stockholder’ delegation of responsibilities of internal control to the board of directors makes the board apex of decision control within the large and small corporate organization. Although the board delegates most decision management functions and many decision control functions to top management, the board has ultimate control over top management. Such control includes the board right to ratify and monitor important decision, and to choose dismiss and reward important decision, board of directors assumes responsibility for establishing as appropriate control system within a firm and monitoring top management’s compliance with this system.

Poin terpenting dari definisi yang diberikan oleh Fama dan Jensen adalah, bahwa keberadaan dewan komisaris untuk semakin memperkuat pengawasan dan pengendalian terhadap berbagai keputusan manajemen yang berpotensi dapat mengakibatkan kerugian bagi pemegang saham.
 Penelitian mengenai keberadaan sebuah sistem pengendalian internal yang lemah ini telah dilakuka oleh beberapa peneliti, seperti Loebecke et.al (1989) dan Bet et.al (1991). Kedua penelitian tersebut mengistilahkan kelemahan tersebut sebagai “weak internal control environments” yang akan semakin membuka peluang bagi pihak manajemen untuk melakukan beberapa tindakan curang. Lebih rinci mereka mengatakan :

The significance of “weak internal control environment” that allow management carry out such fraud.

Lebih jauh, penelitian yang dilakukan oleh Williamson (1984), mengemukakan secara terinci mengenai bagaimana peluang kecurigaan tersebut dapat dilakukan oleh para manajer dengan bantuan dewan komisaris. Williamson menjelaskan :

Because managers have huge information advantages due to their full-time status and insider knowledge, the board of directors can easily became an instrument of management, thereby, sacrificing the interest of stockholders

Dari pernyataan Williamson di atas, jelaslah bahwa optimalisasi terhadap peran dewan komisaris mutlak diperlukan. Hal ini terkait dengan wewenang yang dibebankan oleh pemegang saham di satu sisi, dan adanya kemungkinan penyalahgunaan wewenang oleh manajemen di sisi lainnya.

6. Komposisi Sebuah Dewan Komisaris
Dari berbagai penelitian mengemukakan bahwa komposisi dewan komisaris akan berpengaruh terhadap kinerja dewan komisaris itu sendiri telah diungkapkan oleh beberapa peneliti. Fama dan Jansen (1983) mengemukakan :

…Outside directors have incentives to carry out monitoring tasks and not to collude with top managers to expropriate stockholder’s wealth so inclusion of outside directors increases the board ability to monitor top management effectively in agency setting arising from the separation of corporate ownership…

Lebih lanjut, Baysinger dan Butler 1985) berhipotesis :

There are wide variations among firms in the degree of representation of outside member of board of directors.

Beasley (1996) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji variasi dalam komposisi dewan komisaris untuk menguji pernyataan apakah dengan memasukkan anggota dewan komisaris dari luar akan membantu dalam menurunkan tingkat kecurangan dalam laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Lee et.al (1992) mengemukakan bahwa dalam kondisi pengambilalihan manajemen, kekayaan pemegang saham akan naik apabila dewan komisaris didominasi oleh komisaris eksternal.

Dari beberapa penelitian di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa komposisi dewan
komisaris juga berpengaruh terhadap kinerja dewan komisaris dan kepercayaan dari para pemegang saham. Lebih lanjut, Fama (1980) dan Fama and Jensen (1983), mengemukakan hipotesis :

The viability of the board as an internal control mechanism is enhanced by the inclusion of outside directors outside directors have incentives to develop reputations as experts in decision control because the external market for their services prices them according to their performance as outside directors.

Dalam penelitian tersebut, Fama (1980) dan, Fama dan Jensen (1983) membuat suatu
konklusi, yang kemudian berubah menjadi suatu teori bahwa semakin tinggi persentase dari komisaris eksternal dalam komposisi suatu dewan komisaris, berdampak kepada efektivitas kinerja dewan komisaris dalam mengawasi manajemen yang semakin baik.

Urgensi dan signifikansi dari formualsi suatu komposisi dewan komisaris yang tepat,
secara eksplisit juga telah diatur oleh beberapa institusi yang berwenang. Pada Bulan Juni 1978, New York Stock Exchange (NYSE) telah mensyaratkan bahwa seluruh anggota komite audit dari seluruh perusahaan yang listing di NYSE harus berasal dari komisaris independen seluruhnya. American Stock Exchange (AMEX) merekomendasikan, tidak mensyaratkan, bahwa sleuruh komite audit harus berasal dari komisaris independen. Pada tahun 1987, National Association of Securities Dealer (NASDAQ) menerbitkan sebuah ketentuan bahwa seluruh perusahaan yang listing harus memiliki komite audit dengan mayoritas anggotanya berasal dari komisaris independen. Hal ini terkait dengan penelitian yang telah dilakukan, yang mengungkapkan bahwa care competence dari komite audit adalah sebagai penghubung antara pihak manajemen dan auditor independent dan juga dalam mereview berbagai laporan keuangan yang dihasilkan manajemen.

7. Peran Manajemen Dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan
Menurut SA Seksi 110: Laporan keuangan merupakan tanggungjawab manajemen. Tanggungjawab auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Manajemen bertanggungjawab untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat dan untuk membangun dan memelihara pengendalian intern yang akan, diantaranya, mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi (termasuk peristiwa dan kondisi) yang konsisten dengan asersi manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan.
Sampai saat ini eksistensi peran dari manajemen dalam seluruh aspek kehidupan organisasi banyak mengalami perubahan dan mendapat sorotan terutama adanya tuntutan untuk mewujudkan good corporate governance yang dalam salah satu penerapannya menerima keberadaan komite audit sebagai suatu bagian dari organisasi perusahaan (corparate governance). Komite audit sendiri menurut Turpin dan De Zoort (1998) adalah sebagai suatu sub komite dari dewan komisaris dan berperan memberikan evaluasi secara bebas terhadap pelaporan keuangan dan proses pengauditan. Berdasarkan penelitian empiris oleh Porter dan Gendall (1998) dapat disimpulkan sebagai berikut bahwa komite audit dianggap sebagai sarana untuk mengamankan laporan-laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal dan menjadi bermanfaat bagi pelaksanaan pengendalian perusahaan (private sector) dan bukan berfungsi di dalam membantu lembaga-lembaga corporate dalam menyelamatkan laporan-laporan keuangan eksternal serta pengendalian corporate yang menjadi tanggungjawab mereka (manajemen). Dijelaskan juga secara tegas menurut Porter dan Gendall (1998) bahwa komite audit memiliki jangkauan fungsi yang luas yaitu berhubungan dengan pelaporan keuangan eksternal, auditing eksternal, auditing internal, dan masalah-masalah pengendalian perusahaan. Dan seperti yang disimpulkan oleh Pincus et.al (1989), bahwa dengan adanya komite audit dapat dianggap sebagai indikasi kualitas yang lebih tinggi dan secara signifikan mempunyai pengaruh pada pengurangan kemungkinan kecurangan laporan keuangan.

Lain halnya dengan penelitian empiris yang dilakukan oleh Beasly (1996) yang lebih banyak menyoroti dari aspek komposisi dewan direktur dalam hubungannya dengan kecurangan laporan keuangan, yang hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan yang tidak melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan memiliki persentase lebih besar dewan direktur yang berasal dari luar jika dibandingkan perusahaan yang memiliki dewan direktur dari dalam.

Penelitian sejenis mengenai komposisi dari komisaris eksternal juga telah dilakukan oleh Daily (1995) yang menguji bagaimana hubungan antara keberadaan komisaris eksternal dengan berbagai alternatif yang dihadapi perusahaan pada kondisi bangkrut. Daily yang menggunakan analisis diskriminan untuk analisisnya ini menemukan bahwa untuk perusahaan yang sukses mereorganisasi kembali perusahaannya pasca kebangkrutan, memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan proporsi komisaris eksternal yang ada di dalam dewan komisaris.

Arifin Sabeni (2002), dalam penelitiannya juga menemukan bukti bahwa komposisi dari komisaris mempunyai hubungan terhadap volountary disclosure, dan hal ini bertentangan dengan keberadaan audit komite yang menjadi faktor penting terhadap volountary disclosure.

Melihat luasnya peran manajemen seperti diuraikan diatas dalam mendeteksi kesalahan penyajian pelaporan keuangan atau mengurangi kemungkinan kecurangan pelaporan keuangan menurut National Center for Computer Crime Data yang dikutip oleh Ali Masjono M (1997) yaitu :

1.       Membangun lingkungan organisasi untuk memberikan kontribusi pada integrasi proses pembuatan laporan keuangan,
2.      Mengidentifikasi dan mengerti faktor-faktor yang mungkin menjurus kepada pelaporan yang tidak benar,
3.      Menilai risiko jika terjadi kesalahan laporan keuangan di perusahaan, dan
4.      Mendesain dan mengimplementasikan pengendalian internal yang bisa mencegah terjadi kecurangan pelaporan keuangan.




DAFTAR PUSTAKA
Ali Masjono Mukhtar, 1999, Audit Sistem Informasi, Cetakan Pertama, Penerbit Rineka      Cipta, Jakarta.
Amin Widjaya. T, 2002, Memahami Konsep-Wide Risk Management, Harvarindo, 2003
Arens & Loebbecke, 1996, Auditing Pendekatan Terpadu, Edisi Indonesia, Adaptasi Amir
Abadi Yusuf, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Arifin Sabeni, An Empirical Analysis of The Relation Between The Board of Director’s Composition and The Level of Volountary Disclosoure, Preceeding for The Fifth Indonesian Conference on Accounting, Semarang, 2002.
Beasly, S. Mark, 1996, Empirical Analysis of the Relation Between the Board of Director
Composition and Financial Statement Fraud, The Accounting Review, No. 4, Oktober, pp. 443 – 465.
IAI – Kompetensi Akuntan Publik, 2001, Standar Profesional Akuntan Publik, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Mulyadi dan Kanaka Puraderija, 1998, Auditing, Edisi Kelima, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Media Akuntansi, 2000, Riset; Fraud, Survei Membuktikan, Edisi 07/Maret/Tahun VII.
Media Akuntansi, 2000, Mengungkap Tindak Kecurangan, (Korupsi) dengan Bantuan Forensic Accountant (Fraud Auditor), Edisi 15/November-Desember/Tahun VII.
Porter, A. Brenda dan Gendall, J. Philip, 1998, Audit Committees in Private and Public Sector Corporates in New Zealand : An Ampirical Investigation, International Journal of Auditing Vol. 2, No. 1, John Wiley & Sons, Ltd, USA.
Tupin, A. Richard and De Zoort, Tood. F, 1998, Characteristic of Firm that Include an Audit
Committee Report in Their Annual Report, International Journal of Auditing, Vol, 2 No. 1 John Wiley & Sons, Ltd. USA.




ANALISIS DAN KOMENTAR TERHADAP ETIKA BISNIS:

Salah saji secara material merupakan adanya indikasi terjadinya berbagai kecurangan dalam laporan keuangan. Opini audit adalah cara untuk menilai suatu kewajaran dari suatu laporan keuangan. Auditor memiliki tanggung jawab dan independensi dalam pengungkapan opini atas penilaian kewajaran laporan keuangan tersebut. Hal tersebut haruslah sesuai dengan standar audit dan etika bisnisnya. Dari jurnal diatas menerangkan bahwa beberapa faktor dapat dijadikan atau berperan dalam pendeteksian berbagai kecurangan (fraud) dalam laporan keuangan. Salah satunya adalah peran auditor, manajemen serta dewan komisaris.
Auditor dituntut untuk berprilaku profesional serta independen, diantaranya bertindak jujur, integritas, objektivitas, dan independensi, bekerja cermat, serta mengevaluasi kelayakan lingkup dan sifat jasa serta kelengkapan etika.
Adapun kode etik merupakan norma dan asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan ukuran tingkah laku.


Monday 15 December 2014

TUGAS 2 - ETIKA PROFESI AKUNTANSI

TUGAS 2 - ETIKA PROFESI AKUNTANSI 

DESKRIPSI DIRI
Saya dilahirkan di Tanjung Priok, Jakarta Utara dengan nama Winda Kusnia Rohmah. Dari orang tua yang berasal dari Jakarta dan Jawa Tengah. Saat ini saya berusia 21 tahun dan sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi Swasta pada tingkat akhir di jurusan Akuntansi. Selama berkuliah di tempat ini, saya mendapatkan berbagai macam pelajaran yang bersifat edukatif serta etika yang terlahir dengan sendirinya seiring bertambahnya pengalaman serta tanggung jawab.Saya cenderung sangat optimis pada hal-hal yang saya sukai, contohnya pada mata kuliah yang sangat saya gemari yakni Perpajakan, saya sangat maksimal mengerjakan setiap tugas yang diberikan hingga membuat saya sukses pada mata kuliah tersebut, tidak sebatas itu, saya juga mencoba menggeluti Perpajakan dengan lebih rinci melalui keikutsertaan saya dalam Laboratorium Perpajakan Universitas Gunadarma. Saya mengerahkan seluruh kemampuan serta mengasah pengetahuan saya terhadap bidang Perpajakan. Sedangkan pada beberapa mata kuliah yang kurang saya sukai, saya mengalami beberapa kendala saat berhadapan dengan soal-soal yang menyangkut mata kuliah tersebut. Hal ini dikarenakan kurang maksimalnya usaha dan kemauan dalam diri untuk mencoba menjadi lebih unggul dalam mata kuliah yang kurang saya sukai. Saya juga merupakan pribadi yang sangat menyukai untuk mencoba hal-hal baru yang membuka pemikiran saya. Contohnya beberapa bulan lalu saya dan beberapa teman membuka usaha snack seafood and beverages di lingkungan komplek dekat rumah kami. Semingu setelahnya memang belum menunjukan hasil, tetapi beberapa minggu berikutnya usaha kami mulai banyak dikenal orang dari informasi beberapa teman yang menjadi narasumber dari produk kami. Hal tersebut mendatangkan keuntungan bagi produk yang kami tawarkan.  Sebelum memasuki masa kuliah, saya bersekolah di sebuah SMK di daerah Bekasi. Disana saya mendapatkan beberapa pengalaman, salah satunya adalah melaui Praktek Kerja Industri (Prakerin). Saya magang selama 3 bulan di sebuah Industri garment sebagai staf pembantu Ekspor Impor (EXIM). Pengalaman tersebut membuat saya lebih terlatih dalam pekerjaan sebagai seorang staf serta membuka wawasan dan wacana untuk rencana kedepan.




ANALISIS SWOT
Ø  Strength
Kekuatan dalam diri saya terletak dalam kemauan saya untuk mencoba hal-hal baru seperti sebuah usaha kecil yang dibangun bersama kerabat serta peran serta yang maksimal dalam berbagai bidang yang saya geluti dan terus mengasah kemampuan pada bidang yang saya sukai dan sedang saya pelajari saat ini.
Ø  Weakness
Kelemahan saya terlihat dari usaha saya yang kurang maksimal dalam beberapa bidang yang kurang saya sukai. Hal tersebut menjadi kelemahan yang saya sadari benar karena hal tersebut tidak menimbulkan kepuasan yang saya rasakan. Saya cenderung lebih optimal menggeluti hal-hal hanya pada yang saya sukai.
Ø  Opportunity
Peluang yang bisa saya rasakan berasal dari organisasi yang mana saya berperan didalamnya, yakni Laboratorium Perpajakan. Beberapa peluang bisa saya rasakan diantaranya saya memiliki beberapa teman baru untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan, disamping itu beberapa senior yang sudah lebih dahulu mempelajari Perpajakan dapat memberi pengetahuan dan informasi terbaru kepada saya dan teman-teman lain.
Ø  Threat

Ancaman terbesar yang dapat terjadi adalah kegagalan pada beberapa mata kuliah yang saya ambil. Salah satunya yang telah saya rasakan adalah mata kuliah Akuntansi Manajemen dimana saya sangat tidak puas akan hasil yang saya dapatkan pada hasil akhir ujian. Hal tersebut dikarenakan usaha yang kurang maksimal untuk memperoleh nilai terbaik. Yang menjadi salah satu kelemahan pada diri saya sendiri adalah kurang maksimalnya usaha dan kerjakeras saya pada mata kuliah tersebut.