DUA
Tiga. Tiga adalah angka ganjil
yang seringkali dapat dengan mudah mengoyak pikiranku. Aku sering bermain
dengan angka satu dan dua, tetapi aku tidak pernah menginginkan untuk berada
dalam suatu kondisi dimana terdapat angka tiga.
Sekarang
aku masuk kedalam sebuah permainan dimana terdapat tiga pemeran yang salah
satunya adalah aku. Aku terjerat dalam dua pilihan yang berbeda. Aku adalah
hakim diantara para pemeran dalam permainan ini. Aku ingin pilih keduanya
sebagai partnerku, tetapi itu tidak ada di dalam aturan permainan, itu tidaklah
adil bagi pemain lainnya, hal itu hanya menguntungkan satu pihak, yaitu aku.
Aku
tersiksa berada dalam keadaan ini. Aku harus memilih salah satu pemain yang
sangat berbeda karakter ini yang akan kujadikan sebagai partnerku. Satu
diantaranya adalah seorang pria mandiri, pekerja keras dan pandai, dan satu
yang lainnya adalah pria berandalan, cuek, dan berantakan. Ini adalah pilihan
yang berat. Dimana perbedaan yang sangat signifikan diantara mereka adalah
masalah kedewasaan. Pria pandai itu adalah sosok lelaki yang dewasa, dia dapat
menyempurnakan aku dengan segala kekuranganku. Sedangkan si pria berandalan ini
hanya dapat menyakitiku dengan segala tingkah kekanakannya. Dan sampai pada aku
membulatkan niat untuk memilih salah satunya. Terang saja aku lebih memilih si
pria pandai itu. Dia adalah sosok yang sangat sempurna bagiku.
Sekitar
kurang lebih satu setengah tahun aku mengenalnya, ternyata kehadiran pria
pandai itu tidaklah lebih berharga dari kehadiran si pria berandalan. Aku
memang senang dimanja, tapi aku tidak suka jika aku mengetahui bahwa bukan
hanya aku yang dimanja olehnya. Sedangkan selama Dua tahun lebih aku mengenal
pria berandal itu, tidaklah sekalipun dia mencoba berpaling dari hadapanku
untuk mencari kesenangan lainnya tanpa aku. Aku menyesal telah membuat
keputusan sepihak tanpa melihat terlebih dahulu maksud hati mereka. tetapi dari
situ aku dapat belajar bahwa menilai seseorang itu bukanlah dari masalah kulit
luarnya, tetapi cobalah untuk menyelami kedalaman ketulusannya. Alangkah lebih
baik jika aku dapat membuat keputusan yang benar terlebih dahulu sebelum aku
terjebak dalam keadaan yang sangat menyulitkanku. Aku pun bersyukur atas apapun
yang akhirnya terjadi dalam keadaan ini, bahwa pada kenyatannya aku sendiri
yang dapat melihat dan menilai manakah seseorang yang benar – benar berarti
untuk kehidupanku.
Dua. Dua
adalah suatu keadaan dimana semua hal akan seimbang jika kita dapat
menyesuaikan sama berat, sama tinggi, dan sama rata. Tentu keadaan ini yang aku
inginkan, tapi pada kenyataannya saat ini, aku sedang tidak berada pada suatu
kondisi yang terdapat angka dua...
No comments:
Post a Comment